Sabtu, 11 Februari 2012

MAKALAH BARANG TEMUAN


BAB  I
PENDAHULUAN

A.
Latar Belakang

            Sering kali ketika kita sedang berjalan-jalan, tiba-tiba langkah kita terhenti karena melihat sebuah benda/barang tergeletak di tengah jalan tanpa ada pemiliknya. seketika itu langsung lihat sekeliling apakah ada orang atau tidak, kalau tidakmungkin kita langsung mengambil barang tersebut.
            Tapi sebagian orang ada juga yang tidak akan mengambil/ memungut barang tersebut dengan alasan 'tidak jelas' dan takut termasuk barang haram. Sebenarnya bagaimana hukum barang temuan tersebut dalam Islam?
            Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah hutang piutang yang sesuai dengan ajaran Islam dalam fiqih muamalah.



BAB  II
LUQATHAH (BARANG TEMUAN)

A.
Pengertian Luqathah

            “Al-luqathah” menurut bahasa artinya barang temuan, sedangkan menurut istilah syara’ ialah barang yang ditemukan di suatu tempat dan tidak diketahui siapa pemiliknyaseperti uang, atau pakaian yang ditakutkan akan hilang lalu kemudian diambil/pungut..Kebanyakan kata luqathah dipakai untuk barang temuan selain hewan. Adapun untuk hewan sering disebut dhallah.

B.
Hukum Lugathah

            Boleh mengambil barang temuan tersebut. berdasarkan sabda Nabi SAW ketika beliau ditanya tentang hal tersebut, beliau menjawab :

عرف عفاصها و وكاءها , ثم عرفها سنة , فإن جاء صاحبها و إلا فشأنك

"beritahukanlah bentuk dan jenisnya, kemudian umumkanlah selama setahun. jika pemiliknya datang (dengan bukti kepemilikan) maka serahkanlah, namun jika tidak maka terserah padamu (boleh diambil)". (H.R. Bukhari Muslim).
            Rasulullah SAW juga pernah ditanya tentang kambing yang ditemukan tanpa pemilik (kambing hilang) maka Nabi menjawab :


خذها فهي لك أو لأخيك أو للذئب

"Ambillah, itu untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk serigala (siapa yang lebih dulu menangkapnya ". (H.R. Bukhari, Muslim, Tarmidzi dan Ibnu Majah).

            Tapi hendaknya orang yang mengambil barang tersebut haruslah orang yang bisa memegang amanah, dimana ia yakin bisa menyimpannya dengan baik. sebagaimana hal ini dimakruhkan bagi orang yang kurang bisa memelihara amanat, karna menyia-nyiakan barang seseorang yang berakibat kepada kerusakan merupakan hal yang dilarang oleh Agama.
            Adapun pembagian hukum lugathah dalam Islam terbagi kepada beberapa, yaitu:

1.
Wajib (mengambil barang itu), apabila menurut keyakinan yang menemukan barang itu, jika tidak diambil akan sia-sia.

2.
Sunnah, apabila yang menemukan barang itu sanggup memeliharanya, dan sanggup mengumumkan kepada masyarakat selama satu tahun.

3.
Makruh apabila yang menemukan barang itu tidak percaya pada dirinya untuk melaksanakan amanah barang temuan itu dan khawatir ia akan khianat terhadap barang itu.

C.
Kewajiban Bagi Orang yang Menemukan Barang

1.
Wajib menyimpannya dan memelihara barang temuan itu dengan baik.

2.
Wajib memberitahukan dan mengumumkan kepada khalayak ramai tentang penemuan barang tersebut dalam satu tahun.Rasulullah SAW bersabda :“Siapa yang menyimpan barang yang hilang maka ia termasuk sesat kecuali apabila ia memberitakan kepada umum dengan permberitahuan yang luas”. (HR. Muslim).

3.
Wajib menyerahkan barang temuan tersebut kepada pemiliknya apabila diminta dan dapat menunjukkan bukti-bukti yang tepat.Jika benda yang ditemukan itu termasuk benda yang harganya murah, maka pengumuman itu cukup tiga hari dengan perkiraan yang punya benda itu sudah tidak memerlukannya lagi. Setelah itu yang menemukan benda itu boleh memanfaatkannya, dan jika yang punya benda itu datang mengambilnya setelah benda itu dimanfaatkan, maka yang memanfaatkannya harus bersedia untuk menggantinya.
Jika yang ditemukan itu memerlukan biaya perwatan, seperti binatang ternak, maka biaya perawatan itu dibebankan kepada pemiliknya. Jika sudah beberapa bulan belum juga datang, maka hewan itu boleh dijual atau dipotong untuk dimakan dan jika pemiliknya datang, maka hasil penjualan hewann itu diserahkan kepada pemiliknya atau hewan yang dipotong itu diganti harganya.
Rasulullah SAW bersabda :“Maka jika datang orang yang mempunyai barang tersebut, maka dialah yang lebih berhak atas barang itu.” (Hr. Ahmad).

D.
Memanfaatkan dan Menggunakan Barang Temuan

1.
Jika barang tersebut merupakan sesuatu yang tidak terlalu berharga dimana si pemilik yang kehilangan tersebut tidak terlalu mempedulikannya atau tidak sedih atas kehilangan sesuatu tersebut seperti beberapa buah korma, anggur, jajanan, tongkat, pakaian bekas dan yang semisalnya, maka diperbolehkan bagi yang menemukannya untuk memakannya (jika itu makanan) atau mempergunakan dan memanfaatkannya langsung tanpa harus mengumumkannya dan menjaganya. hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Jabir rodhiyallahu 'anhu : "Rasulullullah Saw memberikan rukhsoh kepada kami pada tongkat, cambuk, biji2an dan yang semisalnya, untuk mengambilnya dan memanfaatkannya" (Hr. Abu daud)

2.
Jika barang tersebut merupakan barang berharga, dimana si pemilik yang kehilangan tersebut sedih dan merasa kehilangan yang sangat atas hilangnya barang tersebut, maka diwajibkan kepada orang yang menemukannya untuk mengumumkannya selama setahun penuh, baik itu di pintu-pintu masjid (papan pengumuman), dan khalayak ramai, baik media cetak atau media lainnya seperti radio dan sebagainya. jika selama tenggang satu tahun itu ada yang mengakusebagai pemiliknya dan dapat membuktikan kepemilikannya, maka barang tersebut harus diserahkan. namun jika tidak ada, maka barang tersebut menjadi haknya. dia boleh menggunakannya dengan catatan jika dikemudian harisipemilik sahnya datang, maka ia siap menggantinya.

3.
'Luqthotul Haram' yang dimaksud dengan luqthotul haram adalah barang temuan yang ditemukan ditanah suci makkah. Tidak dibenarkan untuk mengambil barang yang ditemukan ditanah suci, kecuali jika ia takut barang tersebut hilang. dan bagi orang yang menemukannya, maka ia harus mengumumkannya selama ia berada di makkah, dan ketika ia hendak meninggalkan Tanah suci Makkah maka ia harus menyerahkan barang tersebut kepda Hakim (orang yang berwenang dalam hal tersebut). dan tidak dibenarkan sama sekali bagi penemunya untuk memilikinya, apalagi memanfaatkannya.

4.
Luqthotul Hayawan (barang temuan yang berupa binatang) atau disebut juga Dhoollatul hayawan (binatang hilang). jika hewan tersebut adalah kambing yang ditemukan ditanah lapang (bukan ditempat gembalaan), maka diperbolehkan untuk mengambilnya dan memanfaatkannya (memotongnya misalnya) berdasarkan sabda Nabi diatas "untukmu, atau saudaramu, atau serigala" , Namun jika hewan itu berupa Onta, maka tidak dibenarkan untuk mengambilnya apalagi memanfaatkannya,



BAB  III
PENUTUP

A.
Kesimpulan

1.
“Al-luqathah” menurut bahasa artinya barang temuan, sedangkan menurut istilah syara’ ialah barang yang ditemukan di suatu tempat dan tidak diketahui siapa pemiliknyaseperti uang, atau pakaian yang ditakutkan akan hilang lalu kemudian diambil/pungut..Kebanyakan kata luqathah dipakai untuk barang temuan selain hewan. Adapun untuk hewan sering disebut dhallah.

2.
Adapun pembagian hukum lugathah dalam Islam terbagi kepada beberapa, yaitu:


a.
Wajib (mengambil barang itu), apabila menurut keyakinan yang menemukan barang itu, jika tidak diambil akan sia-sia.


b.
Sunnah, apabila yang menemukan barang itu sanggup memeliharanya, dan sanggup mengumumkan kepada masyarakat selama satu tahun.


c.
Makruh apabila yang menemukan barang itu tidak percaya pada dirinya untuk melaksanakan amanah barang temuan itu dan khawatir ia akan khianat terhadap barang itu.

3.
Kewajiban Bagi Orang yang Menemukan Barang yaitu:


a.
Wajib menyimpannya dan memelihara barang temuan itu dengan baik.


b.
Wajib memberitahukan dan mengumumkan kepada khalayak ramai tentang penemuan barang tersebut dalam satu tahun.


c.
Wajib menyerahkan barang temuan tersebut kepada pemiliknya apabila diminta dan dapat menunjukkan bukti-bukti yang tepat.

4.
Dalam hal memanfaatkan barang temuan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:


1.
Jika barang tersebut merupakan sesuatu yang tidak terlalu berharga, maka diperbolehkan bagi yang menemukannya untuk memakannya (jika itu makanan) atau mempergunakan dan memanfaatkannya langsung tanpa harus mengumumkannya dan menjaganya.


2.
Jika barang tersebut merupakan barang berharga, maka diwajibkan kepada orang yang menemukannya untuk mengumumkannya selama setahun penuh, dia boleh menggunakannya dengan catatan jika dikemudian harisipemilik sahnya datang, maka ia siap menggantinya.


3.
Tidak dibenarkan untuk mengambil barang yang ditemukan ditanah suci, kecuali jika ia takut barang tersebut hilang.


4.
Luqthotul Hayawan (barang temuan yang berupa binatang). Jika hewan tersebut adalah kambing yang ditemukan ditanah lapang (bukan ditempat gembalaan), maka diperbolehkan untuk mengambilnya dan memanfaatkannya (memotongnya misalnya). Namun jika hewan itu berupa Onta, maka tidak dibenarkan untuk mengambilnya apalagi memanfaatkannya,
DAFTAR PUSTAKA

Drs Helmi Karim, M.A. 1997. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’i, MA. 2001.Fiqh Muamalah,Bandung: Pustaka Setia Bandung,cet 10.


Ari Abdillah. 2007. Bagaimana Hukum Jika Menemukan Barang Temuan.http://ari2abdillah.wordpress.com/2007/06/26/bagaimana-hukum-jika-menemukan-barang-temuan/

Sabil Al- Farizi. 2011. Ahkamul Luqothoh (Hukum Barang Temuan)http://ibilizy.blogspot.com/2011/11/ahkaamul-luqothoh-hukum-barang-temuan.html

MAKALAH HIBAH


BAB  I
PENDAHULUAN

A.
Latar Belakang

            Pada hakekatnya manusia tidak hanya berhubungan dengan Tuhan yang menciptakan, tetapi juga berhubungan dengan manusia dan alam sekitarnya. Karena jika ditinjau lebih dalam dan teliti rahasia dan hikmah dari ibadah kepada-Nya tersebut bukan berarti tidak ada hubungannya sama sekali dengan manusia sebagai pengabdi sesamanya dalam arti lain.
            Dari pemahaman tersebut maka dibutuhkan  ilmu  yang  berhubungan  dengan  sesama  manusia  untuk mendapatkan alat-alat yang dibutuhkan jasmaniah dengan cara yang sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran agama dan tuntunan agama. Termasuk dalam masalah ini antara lain adalah hibah.
            Maka dalam makalah ini penulis akan menjabarkan tentang hibah yang bertujuan untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam bersyarikat. Jadi, jelaslah bahwa agama Islam  itu bukan saja mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia.



BAB  II
H   I   B   A   H

A.
Pengertian Hibah

            Menurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa’ dikasrah dan baa’ difathah, adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada orang lain di masa hidupnya dengan cuma-cuma, tanpa imbalan.
            Menurut istilah hibah adalah pemberian harta dari seseorang kepada oraglain sengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.
            Firman Allah SWT :

ßìƒÏt/ÅVºuq»yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#ur(#sŒÎ)ur#Ó|Ós%#XöDr&$yJ¯RÎ*sùãAqà)tƒ¼ã&s!`ä.ãbqä3uŠsù

Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta dan (memerdekakan) hamba sahaya” (QS. Al Baqarah : 177).

B.
Hukum Hibah

            Memberikan Sesutu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah hukumnya mubah.
            Nabi Muhammad SAW bersabda :


عَنْ خَالِدِابْنِ عَدِيِ أَنَّ النَّبِىَص م قَالَ مَنْ جَاءَهُ مِنْ اَخِيْهِ مَعْرُوْفٌ مِنْ غَيْرِإِسْرَافٍ وَلاَمَسْأَلَةٍ فَلْيَقْبِلْه ُ  وَلاَيَرُدُّهُ فَإِنَّمَا هُوَرِزْقٌ سَاقَهُ الله ُاِلَيْهِ

Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. telah bersabda: “Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yangdiberikan Allah kepadanya” (HR. Ahmad).

            Dalam hukum asal mubah tersebut hukum hibah dapat menjadi wajib,haram dan makruh.

1.
Wajib
            Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai dengan kemampuannya.Rosululloh saw bersabda:Bertaqwalah kalian kepada Allah dan adillah terhadap anak anak kalian.

2.
Haram
            Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali.

3.
Makruh
            Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya adalah makhruh.


C.
Rukun dan Syarat Hibah

            Rukun hibah ada empat, yaitu :

1.
Pemberi hibah (wahib)
            Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.

2.
Penerima hibah (mauhub lahu)
            Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.

3.
Barang yang dihibahkan (Mauhub)
            Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.

4.
Akad (Ijab dan Qabul)
            Misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”.


D.
Macam-Macam Hibah

            Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :

1.
Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya  menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.

2.
Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.

E.
Mencabut Hibah

            Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecualii hibahorang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :

لاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُعْطِىعَطِيَّةًأَوْيَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعُ فِيْهَا إِلاَّالْوَالِدِفِيْمَايُعْطِىلِوَلَدِهِ

Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud)

            Sabda Rasulullah SAW :

اَلْعَائِدُ فِىهِبَتِهِ كَااْلكَلْبِ يُقِئُ ثُمَّ يَعُوْدُفِىقَيْئِهِ

Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).

            Hibah yang dapat dicabut antara lain sebagai berikut :

1.
Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.

2.
Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah

3.
Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.

F.
Beberapa Masalah Mengenai Hibah

1.
Pemberian Orang Sakit yang Hampir Meninggal
            Hukumnya adalah seperti wasiat, yaitu penerima harus bukan ahli warisnya danjumlahnya tidak lebih dari sepertiga harta. Jika penerima itu ahli waris maka hibah itu tidak sah. Jika hibah itu jumlahnya lebih dari sepertiga harta maka yang dapat diberikan kepada penerima hibah (harus bukan ahli waris) hanya sepertiga harta.

2.
Penguasaan Orang Tua atas Hibah Anaknya
            Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang bapak boleh menguasai barang yangdihibahkan kepada anaknya yang masih kecil dan dalam perwaliannya atau kepada anak yang sudah dewasa, tetapi lemah akalnya. Pendapat ini didasarkan pada kebolehan meminta kembali hibah seseorang kepada anaknya.



G.
Hikmah Hibah
            Adapun hikmah hibah adalah :

1.
Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama

2.
Menumbuhkan sikap saling tolong menolong

3.
Dapat mempererat tali silaturahmi

4.
Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.



BAB  III
PENUTUP

A.
Kesimpulan

1.
Menurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa’ dikasrah dan baa’ difathah, adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada orang lain di masa hidupnya dengan cuma-cuma, tanpa imbalan.Menurut istilah hibah adalah pemberian harta dari seseorang kepada oraglain sengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.

2.
Rukun hibah ada empat yaitu :


a.
Pemberi hibah (wahib)


b.
Penerima hibah (mauhub lahu)


c.
Barang yang dihibahkan (Mauhub)


d.
Akad (Ijab dan Qabul)

3.
Hibah terbagi dua yaitu :


a.
Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun.


b.
Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah.


4.
Hibah yang dapat dicabut antara lain sebagai berikut :


a.
Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.


b.
Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah


c.
Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.

5.
Hikmah hibah antara lain :


a.
Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama


b.
Menumbuhkan sikap saling tolong menolong


c.
Dapat mempererat tali silaturahmi


d.
Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.









DAFTAR PUSTAKA

Drs Helmi Karim, M.A. 1997. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’i, MA. 2001.Fiqh Muamalah,Bandung: Pustaka Setia Bandung,cet 10.

Arif Fadholi. 2011. Materi Fiqih : Zakat, Sedekah, Hibah dan Hadiah. http://ariffadholi.blogspot.com/2011/08/materi-fiqih-zakat-sedekah-hibah-hadiah.html

Aziz. 2010. Hibah, Sadaqah dan Hadiah. http://azizpwd.wordpress.com/2010/05/31/hibah-shadaqah-dan-hadiah/