ANALISA
KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN
GULA AREN OLEH
MASYARAKAT PENGRAJIN
DI DESA BEKOSO
KECAMATAN PASIR BELENGKONG
KABUPATEN PASER
SKRIPSI
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Oleh
AULIA
RAHMAN
NPM
: 05.1.39.404.001
PROGRAM
STUDI AGRIBISNIS
SEKOLAH
TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)
MUHAMMADIYAH
TANAH GROGOT
KABUPATEN PASER
2008
ANALISA
KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN
GULA
AREN OLEH MASYARAKAT PENGRAJIN
DI
DESA BEKOSO KECAMATAN PASIR BELENGKONG
KABUPATEN
PASER
SKRIPSI
Skripsi
merupakan sebagai persyaratan untuk meraih derajat
Sarjana
Pertanian pada Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
(Stiper)
Muhammadiyah Tanah Grogot
Oleh
AULIA
RAHMAN
NPM
: 05.1.39.404.001
PROGRAM
STUDI AGRIBISNIS
SEKOLAH
TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)
MUHAMMADIYAH
TANAH GROGOT
KABUPATEN PASER
2008
Halama
Pengesahan
Judul
Penelitian : Analisa Kelayakan Usaha
Pengolahan Gula Aren Oleh Masyarakat Pengrajin
Di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten
Paser
Nama : AULIA RAHMAN
NPM : 05.1.39.404.001
Program
studi : Agribisnis
Disetujui
Komisi Pembimbing
|
|
|
|
RINGKASAN
AULIA
RAHMAN (05.1.39.404.001). “ Analisa Kelayakan Usaha Pengolahan Gula Aren Oleh
Masyarakat Pengrajin Di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser ”
. Di
bawah bimbingan Arahman sebagai
pembimbing I dan Maryam Abubakar
sebagai pembimbing II.
Tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tekhnis pengolahan gula
aren, untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh pengrajin gula aren, untuk
mengetahui secara ekonomi kelayakan
usaha pengolahan gula aren dan untuk mengetahui break even point usaha
pengolahan gula aren selama (1 bulan) periode produksi di Desa Bekoso.
Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser Propinsi
Kalimantan Timur pada tanggal 23 Oktober sampai dengan 23 November 2008.
Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan metode Random Sampling, dimana data yang dikumpulkan meliputi data primer
dan data sekunder. Adapun responden yang diambil sebanyak 13 orang dari 63
pengrajin atau 20 % dari seluruh total sampel.
Secara teknis
pengolahan gula aren di Desa Bekoso dilaksanakan secara sederhana, terlihat
dari alat perlengkapan yang digunakan masih secara manual dengan rata-rata
biaya tetap sebesar Rp 82.805,74 per usaha per bulan dan biaya variabel sebesar
Rp 2.635.800,00 per usaha per bulan serta rata-rata penerimaan sebesar Rp
4.005.615,38 per usaha per bulan. Adapun nilai R/C Ratio yang diperoleh adalah
sebesar 1,5 dan nilai BEP dilihat dari volume produksi rata-rata sebesar 70,66
bungkus per usaha per bulan dan nilai BEP dilihat dari hasil penerimaan adalah
rata-rata sebesar Rp 243.546,29 sedangkan kalau dilihat dari BEP harga adalah
rata-rata Rp 2.375,45.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara pertanian, artinya sektor pertanian masih memegang peranan
penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari
banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor
pertanian atau produk pertanian yang berasal dari pertanian (Mubyarto, 1989).
Sementara
itu, pertambahan jumlah penduduk dunia, kenaikan pendapatan dan perubahan
preferensi konsumen telah menyebabkan permintaan terhadap produk dan jasa
pertanian terus meningkat. Oleh karena itu sektor pertanian mempunyai peranan
yang sangat strategis saat ini dan dimasa yang akan datang khususnya dari segi
ekonomis.
Salah
satu sub sektor pertanian yang cukup penting keberadaannya dalam pembangunan
nasional adalah sub sektor perkebunan. Komoditi perkebunan yang banyak
dilestarikan dan ditingkatkan oleh industri kecil adalah gula aren yang bahan baku berasal dari tanaman aren.
Ditinjau dari segi pembuatannya dan bentuk hasilnya maka usaha pengolahan gula
aren termasuk dalam food-processor, yaitu
mengolah hasil pertanian menjadi bahan konsumsi. Pada kenyataannya, gula merah
yang berasal dari nira aren lebih unggul dari gula merah yang berasal dari nira
kelapa. Gula aren memiliki cita rasa yang jauh lebih manis dan tajam. Oleh
karena itu industri pangan yang menggunakan gula merah lebih senang gula aren. Pada umumnya harga gula aren dipasaran lebih mahal
daripada gula kelapa (Sapari, 1995).
Pembangunan sektor industri di Kalimantan Timur tetap
mengusahakan adanya keseimbangan dan keserasian antara industri besar, menengah
dan industri kecil, baik yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah
jadi dan barang jadi, guna kebutuhan sendiri maupun untuk keperluan bagi
pemasaran umum dan ekspor.
Sehubungan dengan hal di atas maka di Kabupaten Paser
telah banyak bermunculan industri-industri yang bergerak diberbagai bidang
usaha, diantaranya adalah industri kecil rumah tangga yang bergerak dalam
bidang usaha produksi pengolahan gula aren.
Usaha industri kecil pengolahan gula aren yang
dilaksanakan oleh masyarakat setempat masih menggunakan peralatan yang
sederhana dan usaha ini berkembang hingga sekarang, disamping itu penggunaan
gula aren sebagai bahan baku industri pangan sehari-hari banyak dipakai oleh
berbagai lapisan masyarakat, baik di kota maupun di desa. Hal ini tentunya
memberikan peluang untuk mengembangkan industri pengolahan gula aren secara
lebih meluas.
Pengolahan gula aren yang dilakukan oleh masyarakat
Kabupaten Paser dengan bahan bakunya berasal dari pemanfaatan tanaman aren
belum dibudidayakan secara intensif. Hal ini tentunya merupakan permasalahan,
karena pada akhirnya akan menimbulkan kekurangan bahan baku adalah minimnya
modal yang dimiliki, karena modal ini mempunyai peranan yang penting dalam
menentukan maju mundurnya suatu usaha. Kebanyakan industri kecil tidak mampu
berkembang atau bersaing karena sering terbentur masalah modal, sehingga sering
mengalami defisit dalam produksi.
Permasalahan tersebut di atas tentunya akan berdampak
kepada keberadaan pengrajin gula aren tersebut dilihat dari kuantitas mengalami
penurunan. Padahal permintaan akan gula aren di daerah ini dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Ini
tentunya usaha pengolahan gula aren kedepannya mempunyai prospek yang baik,
tetapi harus ditopang dengan keberadaan bahan baku yang memadai guna menunjang
kegiatan proses produksi gula aren tersebut. Untuk lebih jelasnya data produsen
dan produksi gula aren dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Data Produsen dan
Produksi Gula Aren di Kabupaten Paser pada tahun 2007.
No
|
Kecamatan
|
Jumlah Produsen (Unit)
|
Jumlah Produksi (Ton)
|
1
2
3
4
5
6
|
Batu Engau
Batu Kajang
Kuaro
Long Ikis
Muara Komam
Pasir Belengkong
|
3
1
16
36
2
54
|
28,458
9,075
81,982
27.9207,5
19.110
568.620
|
Jumlah
|
112
|
867.057,015
|
Sumber : Dinas Perindagkop,
2008
1.2. Pembatasan
Masalah
Penelitian ini mempunyai batasan-batasan permasalahan
sebagai berikut :
1.
Usaha
pengolahan gula aren yang dilakukan oleh masyarakat pengrajin di Desa Bekoso
yang diteliti adalah usaha pengolahan skala industri rumah tangga.
2.
Usaha
pengolahan gula aren yang dilakukan oleh masyarakat pengrajin di Desa Bekoso
diselenggarakan beberapa orang dengan menyelenggarakan usaha sendiri dari
penyediaan sarana produksi sampai memasarkan hasil produksi tersebut.
3.
Penelitian
ini dilakukan untuk proses produksi yang berlangsung selama 1 (satu) bulan
periode produksi tahun 2008.
1.3. Perumusan
Masalah
Setiap kegiatan usaha, baik yang dilakukan oleh orang
perorangan maupun yang dilakukan oleh sekelompok orang atau badan usaha yang
bersifat komersil maupun non komersil pasti menghadapi masalah baik dari dalam
maupun dari luar usaha itu sendiri. Demikian juga yang berlaku pada analisa
kelayakan pengolahan gula aren, masalah yang dihadapi pada dasarnya merupakan
suatu kendala atau hambatan dalam mencapai tujuan analisa tersebut.
Masalah tersebut merupakan suatu pemecahan lebih lanjut,
sebab apabila masalah tersebut dapat diatasi maka usaha untuk mencapai tujuan
analisa tersebut akan terlaksana dengan baik. Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan di atas, dapat di rumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut
:
- Berapa besar pendapatan pengolahan gula aren yang dilakukan oleh masyarakat pengrajin selama 1 (satu) bulan periode produksi di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser ?
- Apakah usaha pengolahan gula aren yang dilakukan oleh masyarakat pengrajin di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser secara ekonomi layak untuk diusahakan ?
1.4. Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah :
- Untuk mengetahui tekhnis pengolahan gula aren di Desa Bekoso.
- Untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh masyarakat pengrajin dalam pengolahan gula aren di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser selama 1 (satu) bulan periode produksi.
- Untuk mengetahui apakah usaha pengolahan gula aren yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser secara ekonomi layak untuk diusahakan.
- Untuk mengetahui titik impas (break even point) usaha pengolahan gula aren di Desa Bekoso selama 1 (satu) bulan periode produksi.
1.4.2.
Manfaat
dari penelitian ini adalah :
- Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pengrajin usaha pengolahan gula aren guna meningkatkan produksi.
- Sebagai bahan informasi bagi pemerintah/dinas terkait dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
- Sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya.
1.4.
Hipotesis
Hipotesis diartikan pula sebagai jawaban sementara
terhadap masalah yang ditanyakan (dalam penelitian) (Sigit, 2001). Sementara
itu hipotesis menurut Suryabrata (2000), adalah jawaban sementara terhadap
masalah penelitian, sedangkan menurut Kartono (1996), hipotesa adalah strelling, patokan, pendirian, dalil
yang dianggap benar ; juga berarti “ onderstelling”,
persangkaan, dugaan yang dianggap benar untuk sementara waktu dan perlu
dibuktikan kebenarannya.
Menyimak dari uraian yang terdapat pada latar belakang
tersebut diatas, maka dengan ini dugaan sementara yang dapat dikemukakan dalam
penelitian ini adalah ” Usaha pengolahan gula aren yang dilakukan oleh
masyarakat pengrajin di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser
secara ekonomi layak untuk diusahakan ”
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tanaman Aren
2.1.1.
Asal Usul Tanaman Aren
Aren (Arenga
pinata) termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan), merupakan tumbuhan biji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya
terbungkus oleh daging buah. Tanaman
atau pohon aren hampir mirip dengan pohon kelapa (Cocus nuticera). Namun
pohon kelapa dan pohon aren mempunyai perbedaan pada batangnya. Pohon kelapa
memiliki batang pohon yang bersih, yaitu pelapah daun dan kapasnya mudah di
ambil sedangkan pohon aren memiliki batang yang sangat kotor karena batangnya
terbalut ijuk yang warnanya hitam dan sangat kuat sehingga pelapah daun yang
sudah tua pun sangat sulit untuk diambil atau dilepas dari batangnya. Karena
kondisi tersebut maka batang pohon aren ditumbuhi banyak tanaman jenis
paku-pakuan (Sunanto, 1993).
Dari tangkai bunganya dapat disadap cairan sebagai bahan
baku pembuatan gula aren. Gula aren berbau harum dan lebih disukai dari pada
jenis gula jawa lainnya. Jika dalam obat disebut gula merah atau gula jawa,
maka yang dimaksud adalah gula aren. Dari buah aren dihasilkan tepung dengan cara seperti membuat sagu. Tepung
ini sangat mudah dicerna dan sangat baik buat penderita gangguan perut, jika
dikeringkan dengan baik, dapat disimpan bertahun-tahun. Selanjutnya pohon ini
juga menghasilkan ijuk sebagai bahan baku sapu, tali, dsb. Sangat sulit membusuk
dan jika ditanam dalam tanah dapat bertahan sangat lama. Daunnya dapat juga
digunakan sebagai atap rumah. Berguna untuk ditaruh di bagian bawah pot agar
lubang pot tidak tertutup, Tanaman suflir dan begonia akan tumbuh dengan baik
(J. Soegiri dan Nawangsari, 2006).
Adapun bagian-bagian dari pohon aren yang bisa
dimanfaatkan oleh manusia, yaitu :
1.
Akar
Akar yang
sudah dikeringkan dapat dijadikan kayu bakar. Selain itu, akar juga digunakan
untuk bahan anyaman dan untuk cambuk.
2.
Batang
Batang yang
sudah dikeringkan juga dapat dijadikan sebagai kayu bakar. Tak jarang pula
batang ini dibelah, kemudian untuk dijadikan talang (saluran air), kayunya
untuk tongkat jalan dan untuk usuk genteng. Batang aren berisi cadangan makanan
yang berupa zat pati dan amylum, sehingga
dari batang ini (bagian terasnya) bisa disebut ”sagu”.
3.
Daun
Aren
Daun aren
dapat digunakan untuk membungkus gula aren yang siap dipasarkan. Daun ini juga
sering dijadikan sebagai kayu bakar. Tulang daunnya dapat dimanfaatkan untuk
sapu dan keranjang anyaman. Kadang - kadang daun aren yang masih muda pun sudah dimanfaatkan,
yaitu untuk mengganti kertas rokok.
4.
Bunga/tangkai
Bunga
Tangkai/tongkol
bunga aren dapat kita deres untuk mendapatkan cairan yang mengandung gula atau
biasa disebut nira. Nira dapat
dimanfaatkan atau diolah menjadi gula aren (gula jawa). Akan tetapi, jika nira
ini dikhamirkan (dicampur ragi) akan menghasilkan sagu cair, arak atau cuka.
5.
Buah
Aren
Dari buah aren
kita bisa mengambil bijinya, yang kita kenal dengan nama kolang kaling, kolang
kaling dapat dimasak untuk campuran es/kolak, angsle, bubur ataupun manisan.
6.
Serabut
Pelapah
Serabut
pelapah, duk atau ijuk ini terdapat di dekat tangkai, melekat pada batang dan
berwarna hitam. Duk atau ijuk ini banyak sekali manfaatnya, yaitu untuk tali
atau tampar, sapu, sikat, keset, atap atau genteng, dan lain-lain (Sapari,
1995).
2.1.2.
Jenis-jenis Tanaman Aren
Sampai saat ini dikenal 3 jenis tanaman aren, yaitu :
- Aren (Arenga pinnata) dari suku Aracaceae.
- Aren Gelora (Arenga undulatifolia) dari suku Aracaceae. Aren jenis ini mempunyai batang agak pendek dan ramping. Pangkal batang bertunas sehingga tanaman ini tampak berumpun. Daunnya tersusun teratur dalam satu bidang datar, sisi daunnya bercuping banyak dan bergelombang. Aren gelora ini tumbuh liar di hutan-hutan Kalimantan, Sulawesi, dan Filipina pada daerah ketinggian 0-900 meter di atas permukaan laut. Dalam keadaan darurat, penduduk pedalaman Kalimantan sering memanfaatkan tepung aren gelora untuk dimakan. Sedangkan daunnya untuk atap rumah. Tanaman ini sebenarnya berpotensi sebagai tanaman hias.
- Aren Sagu (Arenga microcarpa) dari suku Aracaceae. Aren sagu adalah suatu jenis tumbuhan aren yang berbatang tinggi, sangat ramping dan berumpun banyak. Di Sangir Talaud, tepung aren ini dimanfaatkan sebagai makanan utama. Selain itu tepung ini juga digunakan sebagai bahan pembuat kue. Aren sagu ini tumbuh liar di hutan-hutan Maluku, Irian Jaya, dan Papua Nugini pada ketinggian 0-700 meter di atas permukaan laut. (Sunanto, 1993).
2.1.3. Syarat
Tumbuh Tanaman Aren
Tanaman aren sesungghunya tidak membutuhksn kondisi tanah
yang khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah–tanah yang liat (berlempung)
berkapur dan berpasir. Tetapi tanaman ini tidak tahan pada tanah yang kadar
asamnya terlalu tinggi (PH tanah terlalu tinggi).
Tanaman aren di Indonesia dapat tumbuh baik dan mampu
berproduksi pada daerah–daerah yang tanah subur pada ketinggian 500–800 m diatas permukaan laut, pada
daerah–daerah yang mempunyai ketingian kurang dari 500 m dan lebih dari 800 m,
tanaman aren tetap dapat tumbuh namun produksi buahnya kurang memuaskan.
Banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada
tumbuhnya tanaman ini. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata
sepanjang tahun, yaitu minimal sebanyak 1200 mm pertahun atau jika diperhitungkan
dengan perumusan Schmidt dan Fergusson, iklim yang paling cocok untuk
tanaman ini adalah iklim sedang sampai iklim agak basah.
Faktor lingkungan tumbuhnya juga berpengaruh
daerah–daerah perbukitan yang lembab dimana sekelilingnya banyak tumbuh berbagai
tanaman keras, tanaman aren dapat tumbuh dengan subur. Dengan demikian tanaman
ini tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari (Sunanto,1993).
2.1.4. Jenis
Kelamin Tanaman Aren
Tanaman aren tergolong tanaman berumah satu, artinya pada
satu pohon atau satu tanaman aren terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pohon
ini akan berhenti pertumbuhannya jika telah mengeluarkan daun terpendek. Hal
ini merupakan tanda bahwa masa berbunga telah dekat. Pada saat ini pula batang
aren mempunyai kandungan tepung atau pati yang maksimum (disebut masa bunting).
Pada umunya tanaman ini mulai membentuk bunga pada umur
12-16 tahun. Semakin tinggi tempatnya akan semakin lambat membentuk bunga.
Bunga yang muncul pertama kali adalah bunga betina. Tongkol dan untaian bunga
aren terbuka, artinya sejak semula tidak tertutup oleh seludung (mancung). Lain
halnya dengan bunga kelapa yang semula terbungkus oleh seludung.
Bunga betina tersusun pada untaian - untaian bunga
berbentuk butiran-butiran kecil. Bunga betina yang muncul pertama kali
posisinya pada ruas batang diketiak pelepah daun dibawah titik tumbuh. Bunga
betina ini belum dapat diserbuki tepung sari dan bunga jatuh karena bunga
jantan belum tumbuh.
Sekitar 3 bulan kemudian bunga jantan mulai tumbuh di
bawah bunga betina tepung sari bunga jantan ini sudah terlambat menyerbuk putik
bunga betina, sebab putik-putik sudah lewat masa, sehingga pohon belum dapat
memproduksi buah aren. Bunga jantan itu dapat duduk berpasangan pada untaian
dimana untaian-untaian yang berjumlah sekitar 25 itu pangkalnya melekat pada
sebuah tandan seperti pada bunga jantan itu tidak tertutup oleh seludung
(mancung).
Jika dengan bentuk butiran (bulat) berwarna hijau dan
duduk sendiri pada untaian, maka bunga jantan berbentuk bulat panjang seperti
peluru dengan panjang 1,2–1,5 cm berwarna ungu. Bunga jantan setelah dewasa
kulitnya pecah dan kelihatan banyak benang sari berwarna kuning. Setiap banang
sari ditumbuhi banyak tepung sari berwarna kuning.
Sekitar 6 bulan kemudian, bunga betina tumbuh lagi,
disusul tumbuhnya bunga jantan posisi tumbuhnya bunga ini adalah pada ruas
batang dibawah posisi bunga yang tumbuh pertama kali tadi. Tandan bunga betina
tumbuhnya selalu diatas tandan bunga jantan.
Umumnya pada fase ini telah dapat berlangsung proses
penyerbukan, sehingga terbentuk buah. Dengan demikian pada pohon aren tumbuhnya
bunga dari tahun ke tahun semakin kebawah atau semakin mendekati permukaan
tanah tempat tumbuhnya. Jadi makin tua pohon aren, semakin rendah munculnya
tandan bunga.
Nira aren yang digunakan untuk pembuatan gula merah atau
tuak dan cuka merupakan hasil penyadapan tandan bunga jantan. Untuk dapat
memperoleh nira dalam jumlah banyak, bunga betina harus dihilangkan (Sunanto,
1993).
2.1.5.
Gula Aren Sebagai Komoditi
Yang dimaksud dengan komoditas adalah barang dagangan.
Dengan demikian, maka gula aren dapat dijadikan barang dagangan yang
menghasilkan devisa bagi negara maupun tambahan pendapatan bagi pengrajin itu
sendiri.
Gula aren yang kini masih banyak diolah secara
tradisional, sudah mampu menembus pasaran dunia, terutama ke Saudi Arabia.
Dengan demikian, gula aren dapat dijadikan andalan komoditas non migas,
terlebih lagi pada saat pemerintah amat memperhatikan masalah ekspor non migas
ini.
Negara yang membutuhkan gula aren sebenarnya bukan hanya
Arab Saudi. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru,
Japan dan Kanada. Sangat berkepentingan terhadap pemasokan gula aren terutama
dari Indonesia.
Ini jelas menunjukkan bahwa dari sektor ekonomi, gula
aren memiliki kedudukan yang sangat penting. Gula aren tidak hanya dapat
dilihat dari masalah ketenagakerjaan, melainkan juga dapat ditinjau dari
kacamata ekonomi.
Menurut W. J. S. Poerwadarminta, di dalam Sapari (1995) ekonomi diartikan sebagai pengetahuan dan penyelidikan
mengenai asas-asas penghasilan, pembagian dan pemakaian barang - barang serta
kekayaan, seperti keuangan.
Jika pengertian ekonomi itu dikembangkan maka akan kita
peroleh pengertian bahwa ekonomi adalah untuk usaha memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, kemudian berkembang menjadi usaha manusia dalam mencapai
kemakmuran, yakni suatu keadaan dapat dipenuhi segala macam keperluan hidup
secara layak.
Dalam kehidupan sehari-hari ekonomi menempati makna
penting dalam mendukung keberadaan manusia dimuka bumi ini. Karena itu daya
dukung ekonomi, seperti gula aren, harus ditingkatkan kualitasnya sehingga arti
ekonomi dalam kehidupan ini makin menguntungkan manusia. Kita harapkan ekonomi
makin memiliki arti bagi kesejahteraan manusia.
Karena gula aren mempunyai nilai ekonomi dan tingkat
ekonomi yang dimaksud tidak terbatas pada makna mikro, maka kita tidak dapat
bersikap menerima apa adanya dari kenyataan yang ada sekarang ini apalagi pada
saat ekspor non migas menjadi primadona untuk terus meningkatkan kualitas gula
aren merupakan suatu langkah yang tepat.
Walaupun sementara ini kita belum banyak mengandalkan
keberadaan gula aren, mengingat masih banyaknya yang mengerjakan secara
tradisional, kita tidak perlu berkecil hati. Departemen Perindustrian selalu
memantau kegiatan masyarakat terutama yang tergabung dalam kelompok industri
kecil.
Gula aren dijadikan sebagai salah satu alternatif
komoditas ekspor non migas, tentunya akan memberikan rangsangan kepada
pengrajin untuk terus meningkatkan kualitas produksinya. Ini sejalan dengan
tuntunan negara pengimpor gula aren yang hanya menginginkan gula aren bermutu
tinggi (Sapari, 1995).
2.1.6. Jenis Dan Macam Gula Aren
Gula aren mempunyai
bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan pembuatnya. Jenis dan macam
gula aren tersebut tidak memiliki perbedaan jika ditinjau dari manfaat
penggunanya, sebab bahan bakunya sama, yaitu nira aren. Oleh karena itu,
perbedaan jenis dan macam gula aren tersebut hanya pada bentuknya saja.
Adapun jenis dan
macam gula aren yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Gula
Kerekan
Gula kerekan ini dicetak menggunakan
kerekan yang bentuknya bulat, berukuran panjang sekitar 5 cm dengan lingkaran
(baca garis tengah lingkaran). Sepanjang 3 cm kerekan tersebut terbuat dari
bambu.
2.
Gula
Pasir
Gula aren yang dikristalkan
kecil-kecil seperti Pasir bedanya dengan gula Pasir (tebu)
adalah pada warnanya. Gula Pasir (aren)
berwarna merah, sedangkan gula Paser (tebu) berwarna putih (bening).
3.
Gula
Semut
Gula semut ini mirip dengan gula
pasir, yaitu bentuknya kecil-kecil mengkristal seperti gula pasir. Hanya saja lebih besar sedikit dari pada gula pasir
(Sapari, 1995).
2.2. Teknik Pengolahan Gula Aren
2.2.1.
Bahan Yang Diperlukan
Dalam pembuatan gula aren dikenal adanya dua jenis bahan,
yaitu bahan baku (utama) dan bahan pendukung. Bahan baku merupakan bahan utama
industri gula aren karena tanpa bahan tersebut tidak akan dapat diproduksi gula
aren. Sedangkan bahan pendukung adalah bahan bantu atau penunjang bahan baku
(utama).
2.2.1.1. Bahan Baku
Bahan baku yang
digunakan untuk membuat gula aren adalah nira aren. Nira ini diperoleh dari
hasil penderesan pada tangkai bunga aren yang belum mekar.
2.2.1.2. Bahan Pendukung
Bahan
pendukung yang digunakan untuk membuat gula aren adalah sebagai berikut:
§ Akar Rabet
§ Kapur
§ Metabisulfide (pengawet)
(Sapari, 1995).
2.2.2.
Penyiapan Peralatan
Dalam pembuatan gula aren diperlukan beberapa peralatan,
seperti pisau, bumbung, wajan, tungku, dan lain-lain. Masing-masing alat
tersebut mempunyai fungsi tersendiri. Adapun uraian alat-alat tersebut secara
terperinci adalah sebagai berikut:
2.2.2.1.
Alat - alat untuk
penyediaan bahan baku
1.
Bumbung
Bumbung ini
terbuat dari bambu yang digunakan untuk menampung air nira dari tangkai yang
sudah disadap tadi. Bumbung ini dipasang pada tangkai yang baru diiris dan
mengeluarkan nira. Cara memasangnya dengan mengaitkan bumbung pada pangkal
tangkai dan bagian yang terbuka ditutup menggunakan daun aren agar
kotoran/binatang-binatang kecil tidak masuk kedalam bumbung yang akan
mengurangi kualitas nira.
2.
Pisau
Pisau terbuat
dari baja dan diusahakan agar sangat tajam yang berguna untuk menyadap tangkai
bunga aren dengan memotong bekas potongan (mengiris) dengan pisau yang tipis
dengan tujuan nira yang baru akan keluar.
3.
Tangga
Tangga yang
digunakan terbuat dari rangkaian tiga batang bambu yang sangat panjang dan
diikat dengan menggunakan rotan. Alat ini mempermudah dalam pemanjatan pohon
aren.
4.
Palu
Palu ini
terbuat dari kayu yang digunakan untuk memukul-mukul pangkal tangkai aren yang
sebelum dideres sehingga mempermudah proses penderesannya. Selain itu tangkai
juga digoyang-goyangkan agar air nira yang ada didalam pohon bisa tersedot ke
tangkai yang nanti akan dideres/diiris.
2.2.2.2.
Alat-alat
untuk proses produksi
1.
Tungku
Tungku
digunakan untuk memanaskan nira yang sudah ada diatas wajan sampai batas waktu
yang telah ditentukan.
2.
Wajan
Wajan yang
baik digunakan harus terbuat dari baja agar gula aren tidak melekat pada wajan
dan panasnya secara perlahan-lahan dan tahan lama, yang berguna untuk menampung
nira yang siap dipanaskan diatas tungku.
3.
Sutil
Sutil terbuat
dari kayu yang dibentuk menyerupai sendok, berguna untuk membersihkan gula yang
ada dipinggir wajan.
4.
Pengaduk
Pengaduk ini
terbuat dari kayu dengan panjang sekitar 40-50 cm. Gunanya untuk mengaduk
adonan yang sudah kental dengan cara mengaduk bagian pinggirnya saja untuk
mengetahui apakah adonan tersebut benar-benar sudah masak atau belum.
5.
Cetakan
Cetakan
terbuat dari kayu dan berbentuk gelas dengan bagian dalam berbentuk kerucut.
6.
Anyaman
Bambu
Anyaman bambu
dibuat berbentuk lingkaran dengan diameter yang sama dengan diameter wajan,
berguna untuk mencegah meluapnya nira yang dimasak, dipasang diatas wajan.
7.
Ember
Ember terbuat
dari bahan plastik yang berguna untuk merendam cetakan agar gula yang dicetak
tidak melekat pada cetakan.
8.
Tataan
Tataan ini
terbuat dari papan dengan panjang sekitar 50 cm dan lebar sekitar 30 cm berguna
sebagai alas/dasar untuk meletakkan cetakan agar permukaan cetakan bisa rata.
9.
Penyaring
Penyaring yang
digunakan berupa wadah dari bahan plastik yang mempunyai anyaman besar yang
dikaitkan pada kayu, berguna untuk menyaring kotoran yang terdapat dalam nira.
Misalnya, semut dan lebah pada saat menuangkan nira dari bumbung ke wajan.
10. Alat Ciduk
Alat ini
terbuat dari potongan tempurung kelapa berguna untuk menciduk gula dan mengetes
kekentalannya, serta sebagai alat penciduk adonan yang akan dimasukkan ke dalam
cetakan.
11. Alat-alat
lain yang digunakan yaitu wadah yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk
seperti keranjang yang berguna untuk menyimpan gula yang telah dicetak (Sapari,
1995).
2.3.
Proses Produksi Gula Aren
Proses produksi adalah proses transformasi atau perubahan
bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal
dan teknologi) (Reksohadiprodjo dan Gitusudarmo, 1993).
Langkah pertama adalah penyeleksian bahan. Bahan yang
tidak memenuhi syarat akan menghasilkan gula aren yang mutunya buruk. Bahkan
mungkin tidak akan menjadi gula, melainkan bahan manisan bila dicampur buah
kelapa dan sebagainya.
Oleh karena itu tahap ini merupakan tahap yang paling
diperhatikan oleh pengrajin gula aren, karena jika tidak, hasil yang dicapai
akan sangat mengecewakan. Untuk melaksanakan proses produksi gula aren
pertama-tama ambil bumbung lalu beri kapur seujung sendok teh dan sedikit akar
rabet (sebesar kelereng), yang telah dipepes/ditumpuk secara perlahan-lahan
(jangan sampai gepeng). Campuran kapur + akar rabet ini disebut laru.
Pemberian laru ini dimaksudkan untuk mencegah nira menjadi asam, sebab nira
yang asam akan berpengaruh pula pada kualitas gula yang akan dihasilkan. Nira
yang asam dapat menyebabkan sukarnya pemasakan nira menjadi gula. Akan tetapi,
jika pemberian laru ini terlalu banyak dapat pula berakibat kurang baik yakni
warna dan rasa gula yang dihasilkan menjadi kurang menarik. Hal ini berarti
pula mengakibatkan rendahnya kualitas gula.
Setelah persiapan itu selesai, bumbung dipasang pada
tangkai bunga aren yang telah diiris dengan pisau hingga mengeluarkan air nira.
Proses ini bisa disebut proses penderesan. Dalam proses penderesan ini, nira
harus diambil sebanyak dua kali dalam seharinya yakni pagi dan sore hari.
Bumbung yang dipasang pagi hari harus diambil sore hari, sebaliknya bumbung
yang dipasang sore hari harus segera diambil pagi harinya. Waktu penderesan ini
harus diperhatikan, sebab kalau terlalu lama nira yang dihasilkan akan terlalu
asam, meskipun telah diberi campuran laru. Sebagaimana telah disebutkan tadi,
nira yang asam akan sukar dimasak menjadi gula atau mungkin nira tersebut tidak
akan menghasilkan gula melainkan hanya akan menjadi cuka atau glali. Hasil nira
kemudian diukur dengan kertas lakmus dengan pH 60-70 (siap direbus).
Langkah kedua adalah penyiapan peralatan. Alat-alat yang sudah ditetapkan hendaknya dipersiapkan
secara matang. Ini bertujuan agar pelaksanaan pembuatan gula aren berjalan
lancar, sering pengrajin melupakan hal ini sehingga proses pembuatan gula aren
menjadi tersendat - sendat atau mengalami hambatan.
Tahap ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan
tahap penyeleksian bahan. Peralatan dan bahan yang akan digunakan hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Bumbung
untuk menampung nira tidak boleh digunakan dua kali. Jadi satu kali digunakan
harus dibersihkan dengan air panas, sebab sisa-sisa nira yang menempel pada bumbung
akan mempengaruhi keasaman nira yang lain, kalau sampai bumbung digunakan dua
kali tanpa dicuci terlebih dahulu maka hasilnya akan mengecewakan/rusak.
2.
Wajan
harus dibersihkan lebih dahulu dan diletakkan di atas tungku dengan persiapan
kayu bakar/minyak tanah dan bahan bakar lainnya.
3.
Kerekan
yang sudah dipakai dan kotor hendaknya dicuci terlebih dahulu. Setelah itu
direndam dalam air agar ketika gula itu dimasukkan ke dalam kerekan tidak
melekat.
4.
Begitu
pula alat-alat yang lain yang akan dipergunakan hendaknya dibersihkan lebih
dahulu, terkecuali tungku dan kayu bakar. Pengertian dibersihkan dahulu tentu
saja bagi alat-alat yang perlu dibersihkan (Sapari, 1995).
Langkah ketiga adalah pembuatan gula merah. Nira
mempunyai sifat mudah asam karena adanya proses fermentasi oleh bakteri Soceharomyses sp. Oleh karena itu nira
harus segera diolah setelah diambil dari pohon, paling lambat 90 menit setelah
dikeluarkan dari bumbung. Nira dituangkan sambil disaring dengan kasa kawat
yang dibuat dari bahan tembaga, kemudian ditaruh diatas tungku perapian untuk
segera dipanasi (direbus) (Sunanto, 1993).
Untuk lebih jelasnya proses produksi gula aren dapat
dilihat pada bagan dibawah ini.
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image008.gif)
. 3-4
jam
|
![]() |
30
menit
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.gif)
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image011.gif)
10 menit
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image012.gif)
|
![]() |
||||
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
Gambar 1. Skema proses pembuatan gula aren (Sapari,
1995).
Langkah keempat adalah penyeleksian hasil akhir. Ada dua
macam tahap dalam penyeleksian akhir ini yaitu:
1.
Sebelum
dibungkus
Untuk
mengetahui gula yang berwarna kuning kecoklat-coklatan, kuning pucat dan hitam.
Gula aren yang baik dan siap di pasarkan adalah yang berwarna kuning
kecoklat-coklatan.
2.
Sesudah
dibungkus
Untuk
mengetahui kelengkapan gula, kebersihan dan kerapian bungkus. Kalau perlu pada tahap ini dilengkapi dengan plastik,
label dan tali yang baik. Label digunakan untuk mengetahui identitas dari
pengusaha/pengrajin (Sapari, 1995).
2.4. Biaya
dan Pendapatan
2.4.1.
Biaya Usahatani
Menurut Daniel (2004) dalam usahatani dikenal dua macam
biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau
biaya yang tidak dibayarkan. Sifat-sifat biaya usahatani dapat digolongkan
sebagai berikut:
1.
Biaya
Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap
adalah biaya yang penggunaannya tidak habis satu masa produksi. Tergolong dalam
kelompok biaya ini antara lain: pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan
bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, pemeliharaan pompa air, traktor dan
lain sebagainya. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan pada biaya tetap
bila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya atau tidak adanya penawaran
untuk itu terutama untuk usahatani maupun diluar usahatani (Hernanto, 1995). Sedangkan menurut Rangkuti (2006)
biaya tetap adalah biaya yang relatif konstan dan sedikit sekali dipengaruhi
oleh banyaknya keluaran yang dihasilkan, biaya ini meliputi biaya investasi
mesin, depresiasi, bunga, pajak dan asuransi.
2.
Biaya
Variabel (Variable Cost)
Menurut
Rangkuti (2006) biaya variabel adalah semua biaya yang sifatnya berubah-ubah,
tergantung pada jumlah unit yang dihasilkan, misalnya biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead.
Sedangkan menurut Hernanto (1995) biaya
variabel adalah biaya yang penggunaannya habis dalam satu masa produksi yang
tergolong dalam kelompok ini adalah biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi
hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya
pengolahan tanah baik yang berupa kontrak maupun upah harian dan sewa tanah.
3.
Biaya
usahatani dari biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah. Sedangkan untuk
biaya variabel antara lain berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk,
obat-obatan dan tenaga kerja luar keluarga.
4.
Biaya
tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap, biaya untuk tenaga keluarga.
Sedangkan yang temasuk biaya variabel antara lain biaya panen dan pengolahan
tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang dipakai (Hernanto, 1995).
2.4.2.
Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), bahwa pendapatan usahatani
dapat digolongkan atas dua bagian, yaitu :
1.
Pendapatan
kotor (Gross Farm Income) merupakan
nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual
maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun dan mencakup
semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam
usahatani untuk bibit/makanan ternak, digunakan untuk pembayaran dan
disimpan/digudangkan pada akhir tahun.
2.
Pendapatan
bersih (Net Farm Income) merupakan
selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran total usahatani.
2.5.
Analisa Ekonomi
2.5.1. Pendapatan (Income)
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan
semua biaya (Soekartawi, 1995). Sedangkan menurut Hernanto (1995), faktor yang
mempengaruhi pendapatan usahatani adalah:
1.
Luas
usaha, meliputi:
§ Luas tanaman
§ Luas pertanaman
§ Luas pertanaman rata-rata
2.
Tingkat
produksi
§ Produktivitas per hektar
§ Indek pertanaman
3.
Pilihan
dan kombinasi cabang usaha
4.
Intensitas
pengusahaan pertanaman
5.
Efisiensi
tenaga kerja.
Pendapatan dalam arti umum yaitu hasil produksi yang
diperoleh dalam bentuk materi dan dapat kembali digunakan untuk memenuhi akan
sarana dan prasarana produksi. Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui
besar keuntungan perusahaan dalam periode tertentu. Pendapatan kotor yang
diperoleh oleh petani gula aren adalah hasil dari penjualan produksi gula aren
tersebut yaitu mengalikan antara jumlah gula aren yang terjual dengan harga
jual gula aren tersebut. Pendapatan bersih adalah hasil dari penjualan produk
dikurangi dengan total biaya yang digunakan untuk menghasilkan gula aren.
2.5.2. Penerimaan (Revenue)
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi
yang diperoleh dengan harga jual. Dalam menghitung penerimaan usahatani,
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
1.
Hati-hati
dalam menghitung produksi pertanian, karena tidak semua produksi pertanian itu
dapat dipanen secara serentak.
2.
Hati-hati
dalam menghitung penerimaan karena:
a.
Produksi
mungkin dijual beberapa kali, sehingga diperlukan data frekuensi penjualan.
b.
Produksi
mungkin dijual beberapa kali pada harga jual yang berbeda-beda.
3.
Bila
penelitian usahatani menggunakan responden petani, maka diperlukan teknik
wawancara yang baik untuk membantu petani mengingat kembali produksi dan hasil
penjualan yang diperolehnya selama setahun terakhir (Soekartawi, 1995).
2.5.3. Kelayakan Usaha
Untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan tersebut
layak atau tidak maka dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan R/C ratio.
R/C ratio adalah singkatan dari Return
Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan
dan biaya. Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak
rugi, jika nilai R/C > 1 usahatani yang dilakukan adalah layak sedangkan
jika R/C < 1 maka usahatani yang dilakukan tidak layak (Soekartawi, 1995).
2.5.4. Titik Impas atau Break Even Poin (BEP)
Impas
(Break Even) adalah keadaan suatu usaha
yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, suatu
usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya, atau
apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.
Analisis impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar
suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba (dengan
kata lain labanya sama dengan nol) (Mulyadi, 1993).
Analisa
Break Even Point (BEP) adalah suatu
analisa ekonomi untuk mengetahui terjadinya titik impas atau kembalinya modal
dari usaha. Dengan melihat analisa tersebut petani atau pengusaha yang
menjalankan usahanya akan dapat menentukan seberapa besar modal yang
dikeluarkan dan seberapa jauh keuntungan yang diperolehnya, sehingga pada
akhirnya pengrajin dapat lebih mengembangkan usaha dimasa mendatang. Volume
Break Even ( Q ) adalah jumlah unit yang harus dijual untuk menutup biaya tetap
dan biaya variabel dalam pengembangan dan produksi produk baru (Swasta, 2005). Analisa break even digunakan
untuk menentukan berapa jumlah produk (dalam rupiah atau unit keluaran) yang
harus dihasilkan agar perusahaan minimal tidak menderita rugi. Analisa ini
merupakan peralatan yang berguna untuk menjelaskan hubungan antara biaya,
penghasilan dan volume penjualan atau produksi (Handoko, 1999).
Sedangkan menurut Firdaus (2008), Analisa Titik Impas (Break Even Poin Analysit) adalah suatu
teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya (biaya tetap dan biaya
variabel), keuntungan dan volume kegiatan. Dikarenakan analisis ini mempelajari
hubungan antara biaya, keuntungan dan volume kegiatan maka analisis tersebut
sering disebut Cost Profit Volume
Analysis (CPV
Analysis).
2.5.5. Pengeluaran
Menurut Soekartawi, dkk (1986) pengeluaran dibedakan menjadi
dua macam :
- Pengeluaran tetap ialah pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi.
- Pengeluaran tidak tetap ialah pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak tertentu dengan jumlahnya berubah kira–kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman atau ternak tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan selama satu bulan periode produksi, yaitu mulai tanggal
23 Oktober 2008 sampai dengan 23 November 2008. Adapun lokasi penelitian ini
bertempat di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser.
3.2.
Jenis dan Sumber Data
Data diambil dengan
menggunakan dua sumber, yaitu :
3.2.1. Data
primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pengrajin gula aren melalui
wawancara dan quisioner.
3.2.2. Data
sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung, melalui kantor
kelurahan, BPS, Dinas Perkebunan dan dapat melalui literatur (kepustakaan) yang
ada hubungannya dengan penelitian ini (Umar, 2007).
3.3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan dalam pengambilan data adalah :
3.3.1. Metode interview, merupakan salah satu
pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung pada obyek yang akan
diteliti.
3.3.2.
Metode observasi, merupakan salah satu
pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung pada obyek yang
diteliti.
3.3.3. Metode quisioner dan pencatatan, metode ini
merupakan pengumpulan data dengan membuat daftar pertanyaan yang ditujukan
kepada pengrajin gula aren (Wirartha, 2006).
3.4.
Metode Penentuan Populasi dan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara Random Sampling yaitu pemilihan secara acak melalui
undian (Soekartawi, 1995). Sedangkan
menurut Sugiyono (2008) yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Adapun responden dipilih sebanyak 13
orang pengrajin gula aren. Jumlah pengrajin gula aren di lokasi penelitian
adalah sebanyak 63 orang, sehingga sampel yang diambil adalah 20 % dari jumlah pengrajin
gula aren yaitu sebanyak 13 orang.
3.5.
Metode Analisa Data
3.5.1. Analisa
Ekonomi
Alat analisa
yang digunakan untuk melihat gambaran mengenai komponen biaya yang dikeluarkan
dan keuntungan yang akan diperoleh. Adapun cara analisa ekonomi seperti :
a. Analisa Pendapatan
Untuk
mengetahui berapa besar pendapatan yang diperoleh pengrajin gula aren dari
usahatani yang dijalankan, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
I = TR
- TC
Dimana :
I = Pendapatan (Income)
TR = Total return
atau total penerimaan (Rp)
TC = Total
cost atau total biaya (Rp) (Soekartawi, 1995).
b. Analisa Kelayakan Usaha
Biaya total (Total cost)
merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel, secara matematis
dirumuskan sebagai berikut (Rosyidi, 2001).
TC
= TFC + TVC
Dimana :
TC = Total
Cost / Total Biaya (Rp)
TFC = Total
Fexid Cost / Total Biaya Tetap (Rp)
TVC = Total
Variable
Cost
/ Total Biaya Variabel (Rp)
Total penerimaan (Total Return) adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual, secara matematis dirumuskan sebagai
berikut (Rosyidi, 2001).
TR = P . Q
Dimana
:
TR = Total
Return / Total Penerimaan (Rp)
P = Price
/ Harga (Rp/Kg)
Q = Quantity
/ Produksi (Kg)
Untuk mengetahui apakah
usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak maka, dapat digunakan
perhitungan dengan membandingkan total penerimaan dengan total biaya secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut :
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image015.gif)
Dimana :
R/C ratio = Return cost ratio
TR
= Total return atau total
penerimaan (Rp)
TC
= Total cost atau total biaya
(Rp)
Dengan ketentuan jika
nilai R/C > 1 maka usahatani yang dilakukan adalah layak, sebaliknya jika
nilai R/C < 1 maka usahatani yang
dijalankan tidak layak (Soekartawi, 1995).
c. Titik Impas atau Break Even Point (BEP)
Analisa titik impas atau Break Even Point (BEP) adalah titik dimana total biaya produksi
sama dengan pendapatan. Titik impas memberi petunjuk bahwa tingkat produksi
telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang
dikeluarkan.
Kemudian untuk menentukan besarnya Break Even Point (BEP) berdasarkan volume produksi, secara
matematis dapat ditulis dengan rumus (Suratiyah,2006).
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image016.gif)
Dimana
:
BEP = Break
Even Point
FC = Fixed
cost atau biaya tetap (Rp)
P
= Price atau harga (Rp/Kg)
AVC = Average
variable
cost
atau rata-rata biaya variabel (Rp)
Sedangkan penggunaan
analisis Break Even Point (BEP) dalam penerimaan dan harga (Rp/Kg), dilakukan dengan rumus.
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image017.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image018.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image019.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image020.gif)
Dimana
:
BEP =
Break Even Point
FC =
Fixed cost atau biaya tetap (Rp)
S = Hasil penjualan (Rp) atau ∑ Produksi
X Harga
VC =
Biaya Variabel (Rp)
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image017.gif)
Dimana :
BEP = Break
Even Point
TC = Total
Cost atau total biaya
Y = Total Produksi
3.5.2. Analisa
Deskriptif Kualitatif
Analisa ini bertujuan untuk memberikan
gambaran secara umum tentang hal yang berkaitan dengan obyek penelitian.
Hal-hal tersebut antara lain pekerjaan masyarakat, usaha gula aren, pengolahan
gula aren, dan sebagainya. Maka perlu dibuat daftar pertanyaan yang berhubungan
dengan penelitian (Wirartha, 2006).
3.5.2.1. Aspek
Bahan Baku
Perencanaan penyediaan bahan baku berupa
nira aren yang diperoleh dari hasil penyadapan pada tangkai bunga aren yang
belum mekar dari pohon aren. Nira aren yang akan digunakan harus diseleksi
terlebih dahulu agar dihasilkan gula aren yang bermutu tinggi dan sesuai dengan
harapan konsumen/pemakai.
Bahan yang tidak memenuhi syarat akan
menghasilkan gula aren yang tidak akan menjadi gula, melainkan hanya akan
menjadi bahan pemanis yang dicampur dengan buah-buahan lainnya, misalnya
kelapa. Oleh karena itu tahap ini merupakan tahap yang paling diperhatikan oleh
pengrajin gula aren.
3.5.2.2. Aspek
Pengolahan/Produksi
Dalam pembuatan gula aren dikenal adanya
dua jenis bahan, yaitu bahan baku (utama) dan bahan pendukung. Bahan baku
merupakan bahan utama industri gula aren karena tanpa bahan tersebut tidak akan
dapat diproduksi gula aren. Bahan baku yang digunakan untuk membuat gula aren
adalah nira aren. Nira ini diperoleh dari hasil penderasan pada tangkai bunga
aren yang belum mekar. Sedangkan bahan pendukung adalah bahan bantu atau
penunjang bahan baku.
3.5.2.3. Aspek
Sosial
Keberadaan gula aren dalam lingkungan
masyarakat Desa Bekoso sangat membantu dikarenakan produk yang dihasilkan
memiliki banyak manfaat, terutama bagi mereka yang memiliki industri pangan
yang menggunakan gula merah sebagai bahan dasarnya, seperti makanan, minuman
dan sebagainya.
Pada kenyataannya gula merah yang
berasal dari nira aren lebih unggul dari gula merah yang berasal dari nira
kelapa. Gula aren memiliki cita rasa yang jauh lebih manis dan tajam. Oleh
karena itu harga gula aren dipasaran lebih mahal dari pada gula kelapa.
3.5.2.4. Aspek
Pemasaran
Gula aren yang diolah oleh pengrajin
gula aren di Desa bekoso selama ini dipasarkan di pasar Pasir Belengkong, pasar
Senaken Tanah Grogot dan hampir diseluruh pasar yang ada di Kabupaten Paser
serta pemasarannya juga sampai ke Ibu kota Propinsi Kalimantan Timur yang
dijual oleh para pedagang pengumpul.
3.6. Definisi Operasional
1. Pengrajin
gula aren adalah orang yang melaksanakan atau menjalankan kegiatan dalam
pengolahan gula aren.
2. Pengolahan
gula aren adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan gula aren mulai
dari pengambilan nira di pohon, proses produksi hingga hasil berupa gula aren.
3. Biaya adalah sejumlah nilai yang dikeluarkan untuk
kegiatan usaha pengolahan gula aren dengan satuan rupiah.
4. Biaya
tetap adalah biaya dikeluarkan untuk kegiatan usaha yang tidak mempengaruhi
besar kecilnya volume produksi gula aren, seperti biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian lesung cetakan, wajan, parang,dll.
5. Biaya
variabel adalah biaya
yang berubah-ubah sehingga besar kecilnya biaya yang dikeluarkan mempengaruhi
oleh volume produksi gula aren, seperi biaya sarana produksi, biaya tenaga
kerja yang diperhitungkan selama satu hari dengan satuan rupiah.
6. Biaya
variabel rata-rata
(AVC) adalah total biaya variabel
dibagi total produksi dengan satuan Rp/bungkus.
7. Break
even point adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui nilai titik
impas atau kembalinya modal usaha yang dilaksanakan, baik dilihat dari hasil
penjualan maupun volume produksi.
8. Produksi
adalah hasil fisik pada usaha pengolahan gula aren selama periode produksi (1
bulan) dengan satuan bungkus, sedangkan harga adalah nilai yang berlaku pada
tingkat produsen selama mengadakan penelitian dan dianggap tetap dengan satuan
rupiah.
9. Produsen
gula aren adalah orang yang melakukan atau melaksanakan kegiatan pengolahan
gula aren.
10. Produksi
total (Y) adalah jumlah produksi per usaha dengan satuan bungkus.
11. Harga
produksi (P) adalah harga produksi per unit dengan satuan Rp/bungkus.
12. Penerimaan
(Return) adalah hasil perkalian
antara produksi dengan harga rata-rata pada tingkat pelaku industri atau nilai
total yang diperoleh pelaku usaha dalam pengolahan gula aren dengan satuan rupiah.
13. Pendapatan
(Revenue) adalah selisih antara
penerimaan dengan total biaya per usaha dengan satuan rupiah.
14. Pemalu
adalah alat yang digunakan untuk memukul-mukul pangkal tangkai aren sebelum
dideres sehingga mempermudah dalam proses penderesan.
15. TKDK
adalah tenaga kerja dalam keluarga.
16. HKO
adalah hari kerja orang.
17. Total
biaya atau total cost (TC) adalah
penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya variabel.
18. Total
biaya tetap atau total fixed cost (TFC)
adalah penjumlahan dari semua biaya tetap.
19. Total
biaya variabel atau total variable cost (TVC)
adalah penjumlahan dari semua biaya variabel.
20. Break
even point (BEP) adalah titik impas dimana usaha pengolahan gula aren tidak
memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian.
21. Total
penerimaan atau total return (TR)
adalah perkalian antara harga dengan jumlah produksi.
22. Biaya
penyusutan adalah
BAB
IV
GAMBARAN
UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1.
Letak Dan Luas Daerah
Desa Bekoso adalah desa
dengan status swakarya dan merupakan salah satu dari 12 desa yang terdapat di
Kecamatan Pasir Belengkong, berada pada jarak kurang lebih 19 km dari Ibu Kota
Kecamatan, 15 km dari Ibu Kota Kabupaten dan 275 km dari Ibu Kota Propinsi
Kalimantan Timur. Aksesibilitas dari dan ke Desa Bekoso ini dapat dikatakan
cukup lancar karena dapat dilalui dengan jalan darat meliputi jalan beraspal
yang dapat dilewati kendaraan roda dua maupun roda empat. Selain itu karena
desa Bekoso terletak dipinggiran sungai, maka angkutan air merupakan sarana
transportasi alternatif yang cukup banyak dapat digunakan.
Luas Desa Bekoso kurang
lebih 16.000 ha dan secara administratif pemerintahan desa ini mempunyai batas
wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lolo
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Petangis
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Damid
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lempesu.
Desa Bekoso Kecamatan
Pasir Belengkong mempunyai elevasi (ketinggian) rata–rata 55 meter di atas
permukaan laut dengan tofografi bergelombang atau berbukit dan mempunyai
kemiringan tanah 15-45 %.
4.2. Penggunaan Tanah
Luas wilayah Desa
Bekoso adalah kurang lebih 16.000 ha dengan tataguna tanah sebagian besar
berupa hutan (68,21 %) dan penggunaan pertanian berupa perkebunan (21,88 %),
untuk persawahan (4,38 %), untuk pemukiman (4,22 %) dan tambak/kolam (0,11 %).
Secara terperinci penggunaan tanah Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong dapat
dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel
2. Keadaan Luas Wilayah Desa Bekoso Berdasarkan Jenis Penggunaan Tanah Tahun
2007
No
|
Tataguna
Tanah
|
Luas
|
|
(
Ha )
|
(
% )
|
||
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Pemukiman
Persawahan / Ladang
Perkebunan
Tanah Kas Desa
Fasilitas Umum
Tambak / Kolam
Hutan / Jalur Hijau
Lain – lain Penggunaan
|
675
700
3.500
6
178
17
10.914
10
|
4,22
4,38
21,88
0,04
1,11
0,11
68,21
0,06
|
Jumlah
|
16.000
|
100,00
|
Sumber : Monografi Desa Bekoso, Tahun
2008
4.3. Keadaan Penduduk
4.3.1.
Jumlah
dan Umur Penduduk
Menurut data monografi
Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong tahun 2007 tercatat jumlah penduduk
seluruhnya 2.848 jiwa, yang terdiri dari 1.445 jiwa laki–laki dan 1.403 jiwa
perempuan dengan jumlah kepala keluarga 734. Keadaan penduduk menurut umur di
Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel
3. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa
Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser Tahun 2007
No
|
Tingkat
Umur
(
Tahun )
|
Jumlah
(
Jiwa )
|
Persentase
(
% )
|
1
2
3
4
5
6
|
0 – 14
15 – 19
20 – 26
27 – 40
41 – 54
55
- Keatas
|
795
825
349
553
179
147
|
27,91
28,97
12,25
19,42
6,29
5,16
|
Jumlah
|
2.848
|
100
|
Sumber : Monografi Desa Bekoso, Tahun
2008
Penduduk yang tergolong
usia produktif berusia 15-54 tahun, belum produktif 0-14 tahun, kurang
produktif usia 55 tahun keatas. Berdasarkan kriteria tersebut, maka sebagian
besar dari penduduk Desa Bekoso tergolong dalam usia produktif, sedangkan
selainnya tergolong usia belum produktif dan kurang produktif.
4.3.2.
Mata
Pencaharian
Berdasarkan mata
pencaharian sebagian besar penduduk Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong
adalah sebagai Petani, buruh, tukang, Pedagang, PNS/ABRI. Untuk lebih jelasnya
mengenai mata pencaharian ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel
4. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong
Kabupaten Paser Tahun 2007
No
|
Mata
Pencaharian
|
Jumlah
(
Jiwa )
|
Persentase
(
% )
|
1
2
3
4
5
|
Petani
Pedagang
PNS / ABRI
Buruh
Tukang
|
1.081
163
132
257
175
|
59,79
9,02
7,30
14,21
9,68
|
Jumlah
|
1.808
|
100
|
Sumber : Monografi Desa
Bekoso, Tahun 2008
4.3.3.
Pendidikan
Jumlah penduduk
berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong sangat
bervariasi. Secara rinci keadaan pendidikan penduduk Desa Bekoso Kecamatan
Pasir Belengkong seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel
5. Jumlah Penduduk Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2007
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
(
Jiwa )
|
Persentase
(
% )
|
1
2
3
4
5
6
|
Tidak tamat SD / Sederajat
Tamat SD / Sederajat
Tamat SLTP / Sederajat
Tamat SMA / Sederajat
Tamat D III
Tamat Sarjana
|
1.046
966
486
325
9
16
|
36,73
33,92
17,06
11,41
0,32
0,56
|
Jumlah
|
2.848
|
100
|
Sumber : Monografi Desa Bekoso, Tahun
2008
Pada Tabel 5, diketahui
bahwa sebagian besar penduduk Desa Bekoso Kecamatan Paser belengkong tidak
tamat SD/Sederajat sebanyak 1.046 jiwa (36,73 %) dan yang terkecil adalah tamat
D III sebanyak 9 jiwa (0,32 %).
4.3.4.
Agama
dan Adat Istiadat
Penduduk Desa Bekoso
Kecamatan Pasir Belengkong sebanyak 2.755 jiwa (96,73 %) beragama Islam dan
selebihnya beragama Kristen yakni sebanyak 93 jiwa (3,27 %)
Karena agama Islam
dianut oleh sebagian besar penduduk Desa Bekoso, maka kehidupan sosial
kemasyarakatan dan kehidupan sehari–hari penduduk Desa Bekoso dipengaruhi oleh
ajaran agama Islam, sehingga adat istiadat yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat selalu berciri khas keislaman.
Bermacam–macam kegiatan
agama yang mereka lakukan berdasarkan atas kesadaran dan kewajiban sebagai penganut
agama Islam, diantaranya mengadakan yasinan, baik pria maupun wanita, perayaan
hari–hari besar Islam, ceramah agama dan lain–lain.
Sifat kegotongroyongan
dan rasa kekeluargaan terjalin sangat erat, terutama untuk kepentingan bersama,
misalnya pembersihan sarana peribadatan, perbaikan jalan, jembatan dan
lain–lain. Selain itu rasa kekeluargaan yang nampak dari tindakan mereka
seperti membantu jiran yang menyelenggarakan perkawinan, melahirkan, khitanan,
kematian dan sebagainya.
4.4. Transportasi dan Komunikasi
Sarana perhubungan di
Desa Bekoso sudah cukup baik, jalan yang ada dapat dilalui dengan kendaraan
roda dua dan kendaraan roda empat yang terdiri dari jalan propinsi, jalan
kabupaten dan jalan desa. Untuk lebih jelasnya prasarana transportasi di Desa Bekoso
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel
6. Prasarana Transportasi Yang Ada Di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong
Kabupaten Paser Tahun 2007
No
|
Prasarana
Transportasi
|
Panjang
|
1
2
3
4
5
6
|
Jalan Dusun
Jalan Desa
Jalan Kecamatan
Jalan Kabupaten
Jalan Propinsi
Jembatan
|
5 km
7 km
19 km
15 km
275 km
4 km
|
Sumber : Monografi Desa Bekoso, Tahun 2008
Untuk sarana
transportasi dan komunikasi yang ada di Desa Bekoso seperti dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel
7. Sarana Transportasi dan Komunikasi Yang Ada Di Desa Bekoso Kecamatan Pasir
Belengkong Kabupaten Paser Tahun 2007
No
|
Sarana
Transportasi dan Komunikasi
|
Jumlah
|
1
2
3
4
5
6
|
Mobil
Sepeda Motor
Sepeda
Televisi
Tape / Radio
Hand Phone ( HP )
|
32 buah
385 buah
201 buah
595 buah
275 buah
175 buah
|
Sumber : Monografi Desa Bekoso, Tahun 2008
4.5.
Keadaan
Umum Pertanian
4.5.1. Tanaman Pangan
Lahan pertanian di Desa
Bekoso adalah lahan tadah hujan dengan tanaman yang banyak diusahakan adalah
padi varietas lokal dan juga mengusahakan tanaman palawija seperti jagung (Zea mays L), kacang kedelai (Glycinemax), kacang tanah (Arachis hypogaea L), terong (Solanum melongema) dan lain – lain.
4.5.2. Perikanan
Desa Bekoso bukanlah
daerah penghasil ikan utama sehingga mata pencaharian dalam bidang perikanan
hanya sebagai usaha sampingan saja atau usaha musiman saja. Di dalam memenuhi
kebutuhan keluarga akan protein hewani sebagian besar masyarakat desa membeli
ikan, akan tetapi ada juga mereka yang menangkap ikan dan hasil dari budidaya
dalam skala kecil, apabila dalam penangkapan ikan hasilnya melebihi untuk
konsumsi maka kelebihannya baru dijual pada tetangga sekitarnya atau di jual ke
pasar desa. Perairan yang digunakan sebagai daerah penangkapan meliputi sungai,
daerah persawahan dan bedengan, sedangkan untuk usaha budidaya masih dalam
skala kecil saja.
4.5.3. Peternakan
Masyarakat Desa Bekoso
ada juga yang memelihara ternak terutama ayam buras yang masih diusahakan
secara sederhana, selain itu mereka juga memelihara itik, kambing, sapi dan
kerbau.
4.5.4. Perkebunan
Tanaman perkebunan yang
banyak diusahakan oleh masyarakat Desa Bekoso adalah kelapa dan kopi, selain
itu juga mereka menanam kelapa sawit, karet, aren dan lain–lain yang mana
dilaksanakan hanya sebagai sampingan saja.
BAB
V
HASIL
DAN PEMBAHASAN
5.1.
Identitas Pengrajin Gula Aren
5.1.1.
Umur
Umur sebenarnya
memegang peranan dalam kegiatan suatu usaha yang akan dikelola. Hal ini
dikarenakan semakin tua umur pengrajin maka secara fisik semakin lemah dalam
bekerja. Akan tetapi disisi lain semakin tua umur pengrajin, maka relatif
semakin banyak pula pengalaman yang didapatnya dalam penyelenggaraan suatu
usaha. Pada situasi yang demikian pengrajin dihadapkan pada berbagai keadaan.
Untuk menutupi kelemahan fisiknya pengrajin memanfaatkan tenaga kerja dalam
keluarga maupun tenaga kerja upahan.
Karakteristik pengrajin
gula aren menunjukkan bahwa umur mereka berkisar antara 24 tahun sampai dengan
65 tahun dengan rata–rata berumur 48 tahun. Kelompok terbesar berumur antar
40–55 tahun yaitu sebanyak 7 orang (53,84 %). Untuk lebih jelasnya jumlah
pengrajin gula aren berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 8
dibawah ini.
Tabel
8. Komposisi Umur Pengrajin Gula Aren Di Desa Bekoso
No
|
Komposisi
(Tahun)
|
Jumlah
|
|
(Orang)
|
(%)
|
||
1
2
3
|
24 – 39
40 – 55
56 – 65
|
3
7
3
|
23,08
53,84
23,08
|
Jumlah
|
13
|
100
|
Sumber : Hasil Pengolahan data Primer
Tahun 2008
Tabel 8 diketahui bahwa
jumlah pengrajin yang termasuk ke dalam usia produktif ( 24-55 tahun ) adalah
76,92%. Berdasarkan pengamatan dilapangan dari pengrajin yang terpilih memang
usaha pengolahan gula aren banyak dikerjakan oleh petani yang termasuk ke dalam
usia produktif, hal ini dikarenakan usaha pengolahan gula aren memerlukan
tenaga kerja yang cukup menunjang misalnya saja dalam proses pengambilan nira,
pemukulan tandan buah, pencetakan dan sebagainya.
5.1.2.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan
berpengaruh terhadap suatu usaha yang akan dikelola, apalagi disiplin ilmu yang
dimiliki sesuai dengan usaha yang dilakukan. Selain itu juga tingkat pendidikan
akan berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi.
Pengrajin dengan
pendidikan formal lebih tinggi cenderung lebih cepat dalam
memikirkan/memecahkan maupun menerima sesuatu yang berkaitan dengan bidang
usaha yang dikelola, apalagi kalau ditunjang dengan pengalaman yang pendidikan
non formal yang ada dalam diri pengrajin dan keluarganya.
Tingkat pendidikan
pengrajin pengolahan gula aren masih tergolong rendah, hal ini di ketahui dari
jumlah pengrajin yang berpendidikan SD/Sederajat lebih banyak dibandingkan
dengan yang berpendidikan SLTP/Sederajat. Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat
pendidikan pengrajin responden dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel
9. Tingkat Pendidikan Pengrajin Gula aren di Desa Bekoso
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
|
|
(Orang)
|
(%)
|
||
1
2
|
Tamat SD / Sederajat
Tamat SLTP / Sederajat
|
12
1
|
92,31
7,69
|
Jumlah
|
13
|
100
|
Sumber : Hasil Pengolahan data Primer
Tahun 2008
Tabel 9 di atas
terlihat komposisi tingkat pendidikan pengrajin gula aren yang terbesar adalah
tamat SD/Sederajat sebesar 92,31%, dan sisanya sebesar 7,69% tamat
SLTP/Sederajat. Dengan angka tabel tersebut dapat diberikan gambaran tingkat
pendidikan formal pengrajin yang pernah dienyam masih tergolong rendah. Hal ini
tentunya merupakan kendala bagi pengembangan usahanya. Dengan demikian guna
meningkatkan keterampilannya dalam mengolah gula aren diperlukan bimbingan dan
penyuluhan dari instansi yang terkait guna meningkatkan produksinya baik segi
kualitas maupun kuantitas.
5.1.3.
Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan
pengrajin gula aren meliputi isteri, anak dan keluarga yang ikut dan menjadi
tanggungan keluarga. Jumlah tanggungan keluarga dewasa disatu sisi
menguntungkan, yaitu sebagai sumber tenaga kerja dalam keluarga, sebab secara
implisit tenaga kerja dalam keluarga juga merupakan pendapatan pengrajin
apabila dibayarkan bagi pengrajin itu sendiri dan keluarganya. Tetapi disisi
lain menambah pengeluaran atau biaya bagi keluarga pengrajin itu sendiri.
Besarnya jumlah
tanggungan keluarga pengrajin pada usaha pengolahan gula aren berkisar antara
2-8 orang. Sedangkan jumlah tanggungan keluarga yang terbesar yaitu 4-6 orang
sebesar 53,85%, sedangkan jumlah tanggungan keluarga yang terkecil yaitu
berkisar 7-8 orang sebesar 15,38%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 10 berikut.
Tabel
10. Tanggungan Pengrajin Gula Aren di Desa Bekoso
No
|
Tanggungan (
Orang )
|
Jumlah
|
|
(Orang)
|
(%)
|
||
1
2
3
|
1 – 3
4 – 6
7 – 8
|
4
7
2
|
30,77
53,85
15,38
|
Jumlah
|
13
|
100
|
Sumber : Hasil Pengolahan data Primer
Tahun 2008
Tabel 10 di atas
memperlihatkan bahwa jumlah tanggungan yang dimiliki pengrajin gula aren
relatif cukup, hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pengrajin sendiri
guna memanfaatkan tenaga kerja tersebut guna membantu proses pengolahan gula
aren dan secara implisit dapat menekan biaya produksi (biaya tenaga kerja) pada
usaha pengolahan gula aren.
5.1.4.
Jumlah Tanaman (Pohon) Aren Yang Dimiliki
Faktor lahan merupakan
unsur yang sangat penting dalam kegiatan usaha pengolahan gula aren, salah
satunya tanaman aren. Dari hasil pengamatan jumlah tanaman (pohon) aren di
daerah penelitian yang dimiliki pengrajin responden berjumlah rata–rata 49
pohon aren. Dari jumlah ini tanaman aren berusia 10-18 tahun. Pada usia kurang
lebih 5 tahun tanaman aren sudah dapat dipungut hasilnya berupa ijuk dan
pelepah. Sedangkan pada usia kurang lebih 8 tahun sudah dapat dipetik buah nira
dan sudah bisa disadap air niranya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 11 berikut.
Tabel
11. Jumlah Tanaman (Pohon) Yang Dimiliki Pengrajin Gula Aren di Desa Bekoso
No
|
Tanaman Yang
Dimiliki
|
Jumlah
|
|
(Pohon)
|
(%)
|
||
1
2
3
|
25 – 40
41 - 50
51 – 150
|
6
6
1
|
46,15
46,15
7,70
|
Jumlah
|
13
|
100
|
Sumber : Hasil Pengolahan data Primer
Tahun 2008
5.1.5.
Jumlah Tanaman (Pohon) Aren Yang Berproduksi
Banyaknya pohon aren
yang berproduksi sangat menentukan besar kecilnya perolehan air nira yang
disadap oleh pengrajin gula aren. Dari hasil pengamatan jumlah tanaman (pohon)
aren yang berproduksi di daerah penelitian yang dimiliki pengrajin responden
berjumlah rata–rata 8 pohon aren yang disadap tiap harinya. Dari jumlah ini
tanaman aren yang berproduksi terbesar berkisar antara 5-7 pohon sebesar 61,54%
sedangkan jumlah tanaman aren yang berproduksi terkecil berkisar 8-10 pohon
sebesar 38,46%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
Tabel
12. Jumlah Tanaman (Pohon) Aren Yang Berproduksi di Desa Bekoso
No
|
Tanaman Yang
Berproduksi
|
Jumlah
|
|
(Pohon)
|
(%)
|
||
1
2
|
5 – 7
8 10
|
8
5
|
61,54
38,46
|
Jumlah
|
13
|
100
|
Sumber : Hasil Pengolahan data Primer
Tahun 2008
5.1.6.
Pengalaman Dalam Pengolahan Gula Aren
Pengalaman dalam
pengolahan gula aren juga sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil
olahannya, biasanya orang yang sudah lama mengusahakan suatu kegiatan
(pengolahan gula aren) dia akan memiliki banyak pengetahuan tentang proses
pengolahan gula aren. Dari hasil pengamatan di daerah penelitian pengalaman
yang dimiliki pengrajin responden berjumlah rata–rata 16 tahun. Dari lamanya
pengalaman dalam pengolahan gula aren yang
lama berkisar antara 3-21 tahun sebesar 38,46% sedangkan yang memiliki
pengalaman terkecil berkisar 22-30 tahun sebesar 23,08%. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
Tabel
13. Pengalaman Pengrajin Dalam Pengolahan Gula Aren di Desa Bekoso
No
|
Pengalaman
(Tahun)
|
Jumlah
|
|
(Orang)
|
(%)
|
||
1
2
3
|
3 – 10
11 – 21
22 – 30
|
5
5
3
|
38,46
38,46
23,08
|
Jumlah
|
13
|
100
|
Sumber : Hasil Pengolahan data Primer
Tahun 2008
5.1.7.
Umur Tanaman Yang Disadap
Dari hasil pengamatan
di daerah penelitian umur tanaman yang disadap pengrajin responden berjumlah
rata–rata 14 tahun. Umur tanaman yang terbesar berkisar antara 10-13 tahun
yaitu sebesar 46,15% sedangkan umur tanaman yang terkecil berumur 18 tahun sebesar 15,39%.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.
Tabel
14. Umur Tanaman Aren Yang Disadap Pengrajin Gula Aren di Desa Bekoso
No
|
Umur Tanaman
(Tahun)
|
Jumlah
|
|
(Pohon)
|
(%)
|
||
1
2
3
|
10 – 13
14 – 17
18
|
6
5
2
|
46,15
38,46
15,39
|
Jumlah
|
13
|
100
|
Sumber : Hasil Pengolahan data Primer
Tahun 2008
5.2.
Analisa Biaya Pengolahan Gula Aren Di Desa Bekoso
Dalam proses produksi
untuk menghasilkan output tidak terlepas dari biaya. Biaya itu sendiri dapat
diartikan sebagai nilai dari semua korbanan ekonomis yang tidak dapat dihindari
atau diperlukan, yang dapat diperkirakan dan yang dapat diukur untuk
menghasilkan suatu produksi. Begitu juga pada usaha pengolahan gula aren
memerlukan korbanan (biaya).
Biaya yang
diperhitungkan dalam penelitian diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam, yaitu
biaya tetap dan biaya variabel yang diperhitungkan selama periode produksi (1
bulan). Berikut ini akan diuraikan dari komponen biaya tersebut.
5.2.1.
Biaya Tetap
Biaya tetap (fixed cost) pada usaha pengolahan gula
aren di Desa Bekoso meliputi biaya alat dan perlengkapan. Aktifitas pengolahan
gula aren dimulai dari persiapan pohon sadap sampai dengan gula aren tersebut
siap untuk dipasarkan. Oleh karena pengolahan gula aren merupakan suatu proses
pengolahan tentunya diperlukan alat dan perlengkapan demi kelancaran usaha
tersebut.
Alat perlengkapan yang
umum digunakan oleh pengrajin di dalam pengolahan gula aren diantaranya,
bangunan, parang, kapak, batu asah, lesung cetakan, wajan, gayung, ember,
bumbung bambu, tungku, ciduk, pemalu, susuk wajan, karung, tangga dan
penyaring. Sedangkan untuk menghitung beban biaya alat dan perlengkapan pada
tahun yang bersangkutan yaitu dengan menghitung nilai penyusutan, terkecuali
alat perlengkapan yang habis dipakai selama satu periode produksi maka biaya
alat dihitung berdasarkan nilai dari pembelian alat perlengkapan tersebut.
Biaya penyusutan alat
dan perlengkapan ini dihitung dengan menggunakan metode garis lurus.
Berdasarkan metode garis lurus tersebut biaya penyusutan alat/perlengkapan
dihitung dari nilai beli dikurangi nilai sisa dibagi umur ekonomis (tahun)
dikali masa produksi.
Besarnya biaya alat dan
perlengkapan dalam usaha pengolahan gula aren selama periode produksi (1 bulan)
rata-rata Rp 82.805,47 per usaha per bulan. Untuk lebih jelasnya mengenai biaya
alat dan perlengkapan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 6 serta pada Tabel 15
berikut.
Tabel
15. Biaya Penyusutan Alat Perlengkapan Usaha Pengolahan Gula Aren Selama
Periode Produksi (1 bulan) di Desa Bekoso.
No
|
Jenis Alat Perlengkapan
|
Usia Teknis
(Tahun)
|
Biaya Rata-rata
(Rp)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
|
Bangunan
Parang
Kapak
Batu Asah
Lesung Cetakan
Wajan
Gayung
Ember
Bumbung Bambu
Tungku
Ciduk
Pemalu
Susuk Wajan
Karung
Tangga
Penyaring
|
8
3
3
3
5
5
2
2
2
5
1,5
3
1,5
1
1
2
|
52.083,33
1.666,67
972,22
416,67
2.500,00
4.166,67
333,33
416,67
1.846,15
1.250,00
555,55
138,89
555,55
208,33
15.384,61
312,50
|
62,90
2,01
1,18
0,50
3,02
5,03
0,40
0,50
2,23
1,51
0,67
0,17
0,67
0,25
18,58
0,38
|
Jumlah
|
82.805,74
|
100
|
Sumber : Data Primer Setelah Diolah
(2008)
Tabel 15 di atas
memperlihatkan persentase yang terbesar dari penggunaan alat perlengkapan pada
usaha pengolahan gula aren adalah biaya alat perlengkapan bangunan yaitu
sebesar 62,90 % dan terendah adalah biaya alat perlengkapan pemalu, yaitu
sebesar 0,17 % dari keseluruhan biaya alat.
5.2.2.
Biaya Variabel
Pada usaha pengolahan
gula aren di Desa Bekoso biaya variabel meliputi sarana produksi (terdiri dari
bahan baku air nira dan bahan pendukung seperti buah kelapa, daun palm, kayu
bakar dan tali rapia) dan tenaga kerja.
5.2.2.1.
Biaya Bahan Baku Utama
Bahan baku merupakan
bahan utama industri gula aren karena tanpa bahan baku tersebut tidak akan
dapat diproduksi gula aren. Bahan baku tersebut berupa air nira yang diperoleh
pengrajin dari hasil penyadapan pada pohon aren.
Besarnya biaya bahan
baku utama pada usaha pengolahan gula aren rata-rata sebesar 1.562,31 liter per
usaha per bulan atau sebesar Rp 1.171.730,77 per usaha per bulan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
5.2.2.2.
Biaya Bahan Baku Pendukung
Dalam pembuatan gula
aren selain biaya bahan baku utama juga diperlukan bahan baku pendukung
misalnya seperti buah kelapa, daun palm, kayu bakar dan tali rapia.
- Buah Kelapa
Buah kelapa digunakan untuk mempercepat proses
pengentalan air nira yang sedang direbus, buah kelapa yang digunakan adalah
kelapa tua (kelapa parut). Adapun harga buah kelapa tua ukuran besar adalah
sebesar Rp 5.000,00 per biji. Untuk kebutuhan buah kelapa tua dalam proses
mempercepat pengentalan nira aren rata-rata diperlukan sebanyak 1,19 biji per usaha per bulan atau rata-rata diperlukan
biaya sebesar Rp 5.961,54 per usaha per
bulan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
- Daun Palm
Daun palm digunakan untuk membungkus gula aren yang
sudah dicetak, daun palm ini diperoleh pengrajin dari hutan kemudian dijemur
sampai kering dan ada juga sebagian pengrajin memperoleh daun palm dengan
membeli ke pengrajin gula aren lainnya. Adapun harga daun palm kering adalah
sebesar Rp 20.000,00 per 100 helai daun palm. Untuk kebutuhan daun palm dalam
pembungkusan gula aren rata-rata diperlukan sebanyak 3.122,31 helai daun palm
per usaha per bulan atau rata-rata diperlukan biaya sebesar Rp 624.461,54 per
usaha per bulan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
- Kayu Bakar
Dalam proses perebusan air nira digunakan kayu bakar
untuk mendapatkan nyala api. Kayu bakar diperoleh pengrajin dengan cara mencari
ke dalam hutan yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal pengrajin.
Biaya pengangkutan kayu bakar dari hutan ke tempat tinggal pengrajin berkisar
antara Rp 75.000,00 sampai dengan 125.000,00 per truk (5 m3).
Ada juga sebagian pengrajin gula aren mendapatkan
kayu bakar dengan cara membeli langsung ke pedagang kayu bakar dengan harga Rp
50.000,00/m3. Adapun kebutuhan kayu bakar rata-rata sebanyak 3,85 m3
per usaha per bulan atau dengan rata-rata biaya sebesar Rp 192.307,69 per usaha
per bulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
- Tali Rapia
Tali rapia digunakan untuk mengikat gula aren yang
sudah dibungkus. Adapun harga tali rapia adalah sebesar Rp 200,00 per meter.
Untuk kebutuhan tali rapia dalam pengikatan gula aren rata-rata diperlukan
sebanyak 226,62 meter per usaha per bulan atau rata-rata diperlukan biaya
sebesar Rp 45.123,08 per usaha per bulan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 4.
5.2.2.3.
Biaya Tenaga Kerja
Sumber tenaga kerja
dalam penyelenggaraan usaha pengolahan gula aren di Desa Bekoso seluruhnya
menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Curahan tenaga kerja dalam
keluarga ini meliputi kegiatan persiapan untuk pemukulan tandan buah
(menggoal), pengambilan bahan baku (air nira), perebusan, pengadukan dan
pencetakan serta pengemasan. Dalam menghitung tenaga kerja digunakan hari kerja
orang (HKO), dimana dalam 1 hari kerja efektif dihitung 9 jam kerja.
Dengan demikian biaya
rata-rata tenaga kerja pada usaha pengolahan gula aren selama periode produksi
(1 bulan) di Desa Bekoso rata-rata sebesar Rp 596.215,38 per usaha per bulan
dengan curahan tenaga kerja sebesar 39,75 HKO. Untuk lebih jelasnya mengenai
besarnya biaya tenaga kerja dalam keluarga dapat dilihat pada Lampiran 5 dan
Tabel 16 berikut.
Tabel
16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Usaha Pengolahan Gula Aren Selama Periode
Produksi (1 bulan) Di Desa Bekoso.
No
|
Jenis Kegiatan TKDK
|
Biaya Rata-rata
(Rp)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
|
Pemukulan Tandan Buah
Pengambilan Air Nira
Proses Produksi
|
46.165,38
100.050,00
450.000,00
|
7,74
16,78
75,48
|
Jumlah
|
596.215,38
|
100
|
Sumber : Data Primer Setelah Diolah
(2008)
Tabel 16 di atas
memperlihatkan biaya yang terbesar dari penggunaan tenaga kerja dalam keluarga
adalah biaya kegiatan proses produksi, yaitu sebesar 75,48 % dengan curahan
tenaga kerja 30 HKO dan terendah biaya kegiatan pemukulan tandan buah yaitu
sebesar 7,74 % dengan curahan tenaga kerja 3,08 HKO.
Dari uraian-uraian
biaya tersebut diatas, maka rata-rata biaya variabel pada usaha pengolahan gula
aren selama periode produksi (1 bulan) di Desa Bekoso sebesar Rp 2.635.800,00
per usaha per bulan. Untuk lebih jelasnya mengenai biaya variabel ini dapat
dilihat pada Lampiran 7 dan Tabel 17 berikut ini.
Tabel
17. Rata-rata Biaya Variabel Pada Usaha Pengolahan Gula Aren Selama Periode
Produksi (1 bulan) Di Desa Bekoso.
No
|
Uraian Biaya
|
Biaya Rata-rata
(Rp)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Sarana Produksi
Tenaga Kerja
|
2.039.584,62
596.215,38
|
77,38
22,62
|
Jumlah
|
2.635.800,00
|
100
|
Sumber : Data Primer Setelah Diolah
(2008)
Tabel 17 di atas memperlihatkan persentase yang
terbesar dari komponen biaya variabel pada usaha pengolahan gula aren adalah
biaya sarana produksi yaitu sebesar 77,38% dan sisanya 22,62% adalah biaya
keperluan tenaga kerja.
5.3.
Biaya Total
Biaya total adalah
biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan gula aren, baik biaya tetap
maupun biaya variabel. Besarnya biaya total yang dikeluarkan oleh pengrajin
pada usaha pengolahan gula aren selama periode produksi (1 bulan) di Desa
Bekoso adalah rata-rata Rp 2.718.605,74 per usaha per bulan. Untuk lebih
jelasnya mengenai biaya total pada usaha pengolahan gula aren dapat dilihat
pada Lampiran 8 dan Tabel 18 berikut ini.
Tabel
18. Rata-rata Biaya Total Pada Usaha Pengolahan
Gula Aren Selama Periode Produksi (1 bulan) Di Desa Bekoso.
No
|
Uraian Biaya
|
Biaya Rata-rata
(Rp)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Biaya Tetap
Biaya Variabel
|
82.805,74
2.635.800.00
|
3,05
96,95
|
Jumlah
|
2.718.605,74
|
100
|
Sumber : Data Primer Setelah Diolah
(2008)
Tabel 18 di atas menggambarkan biaya total dari usaha
pengolahan gula aren selama periode produksi di Desa Bekoso didominasi oleh
biaya variabel yaitu sebesar 96,95 % dan sisanya 3,05% adalah biaya tetap.
5.4.
Penerimaan Usaha Pengolahan Gula Aren Di Desa Bekoso
Penerimaaan merupakan
hasil kali antara jumlah produksi fisik dengan harga yang berlaku pada saat
itu. Produksi gula aren yang diperoleh pengrajin selama periode produksi (1
bulan) rata-rata sebesar 1.144,46 bungkus per usaha per bulan, dimana harga
yang berlaku pada saat penelitian Rp 3.500,00 per bungkus, maka penerimaan dari
hasil pengolahan gula aren rata-rata sebesar Rp 4.005.615,38 per usaha per
bulan (Lampiran 9).
Besar kecilnya
penerimaan yang diperoleh dari suatu usaha dipengaruhi oleh besar kecilnya
produksi dan harga yang berlaku. Untuk meningkatkan penerimaan dari usaha
pengolahan gula aren tentunya pengrajin mengoptimalkan produksinya, yaitu
dengan jalan menambah biaya produksi seperti menambah bahan baku utama (air
nira). Sedangkan untuk harga gula aren di Desa Bekoso pada saat penelitian ini
dilaksanakan berkisar antara Rp 2.500,00 sampai dengan harga Rp 3.500,00
tergantung besar kecilnya ukuran bungkus gula aren yang diproduksi oleh
pengrajin. Harga gula aren akan naik menjelang pada hari besar Islam, seperti
Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.
5.5.
Analisa Pendapatan Usaha Pengolahan Gula Aren Di Desa Bekoso
Analisa pendapatan adalah suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pendapatan yang diperoleh pengrajin gula aren dari usaha yang dijalankan,
dengan melihat analisa tersebut pengrajin gula aren yang menjalankan usahanya
akan dapat mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperolehnya selama
menjalankan usaha pengolahan gula aren.
Dari hasil pengolahan data pada usaha pengolahan gula aren selama periode
produksi (1 bulan) di Desa Bekoso rata-rata total penerimaan yang diperoleh
pengrajin gula aren adalah sebesar Rp 4.005.615,38 per usaha per bulan dan
rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh pengrajin gula aren adalah sebesar
Rp 2.718.605,74 per usaha per bulan sedangkan rata-rata pendapatan yang
diperoleh pengrajin gula aren di Desa Bekoso adalah sebesar Rp 1.287.009,64 per
usaha perbulan. Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan analisa pendapatan
pengolahan gula aren di Desa Bekoso dapat dilihat pada Lampiran 10.
5.6.
Analisa Kelayakan Usaha Pengolahan Gula Aren Di Desa Bekoso
Analisa kelayakan usaha
yang digunakan untuk pengolahan gula aren di lokasi penelitian adalah analisa
total biaya, total penerimaan dan return cost ratio.
5.6.1. Total
Biaya (Total Cost)
Total cost (TC) atau total biaya adalah merupakan
hasil dari penjumlahan antara total fixed cost (TFC) dengan total variable cost
(TVC). Analisa ini digunakan untuk mengetahui total biaya yang dikeluarkan oleh
pengrajin gula aren selama periode
produksi (1 bulan) di Desa Bekoso.
Berdasarkan hasil analisis, nilai total cost yang
diperoleh pengrajin gula aren dilokasi penelitian adalah rata-rata sebesar Rp
2.718.605,74 per usaha per bulan. Untuk lebih jelasnya tentang total biaya yang
dikeluarkan pengrajin gula aren dapat dilihat pada Lampiran 11.
5.6.2. Total
Penerimaan (Total Return)
Total penerimaan (Total Return) adalah perkalian antara
produksi gula aren yang diperoleh pengrajin dengan harga jual gula aren saat
dilakukannya penelitian ini. Analisis digunakan untuk mengetahui perolehan
total penerimaan pada usaha pengolahan gula aren selama periode produksi (1
bulan) di Desa Bekoso.
Berdasarkan hasil dari analisis,
nilai total penerimaan pada usaha pengolahan gula aren adalah rata-rata sebesar
Rp 4.005.615,38 per usaha per bulan. Untuk lebih jelasnya total penerimaan yang
diperoleh pengrajin gula aren dapat dilihat pada Lampiran 12.
5.6.3. Return
Cost Ratio
R/C Ratio adalah analisa yang digunakan untuk
mengetahui apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak maka, dapat
digunakan perhitungan dengan membandingkan total penerimaan dengan total biaya.
Dengan ketentuan jika nilai R/C > 1 maka usaha yang dilakukan adalah layak,
sebaliknya jika nilai R/C < 1 maka
usaha yang dijalankan tidak layak.
Dari hasil pengolahan data pada usaha pengolahan
gula aren selama periode produksi (1 bulan) di Desa Bekoso menunjukkan bahwa
nilai R/C Ratio yang diperoleh pengrajin gula aren rata-rata 1,5 berarti usaha
tersebut secara ekonomi layak untuk diusahakan, karena setiap pengeluaran
investasi Rp 1 maka hasil yang diperoleh adalah Rp 1,5. Untuk lebih jelasnya
perhitungan R/C Ratio dapat dilihat pada Lampiran 13.
5.7.
Anlisa Break Even Point Usaha Pengolahan Gula Aren Di Desa Bekoso
Analisa Berak Even Point (BEP) adalah suatu
analisis ekonomi untuk mengetahui terjadinya titik impas atau kembalinya modal
dari usaha. Dengan melihat analisa tersebut petani atau pengusaha yang
menjalankan usahanya akan dapat menentukan seberapa besar modal yang
dikeluarkan dan seberapa jauh keuntungan yang diperolehnya. Sehingga pada
akhirnya pengrajin dapat lebih mengembangkan usaha di masa mendatang.
Dalam menentukan
analisa break even point ini pada
suatu usahatani dapat dilihat dari volume produksi dan jumlah penerimaan atau
hasil penjualan yang diperoleh produsen.
Dari hasil pengolahan
data pada usaha pengolahan gula aren selama periode produksi (1 bulan) di Desa
Bekoso nilai break even point (BEP)
dilihat dari volume produksi sebesar 70,66 bungkus per usaha per bulan dan
kalau dilihat dari jumlah penerimaan atau hasil penjualan sebesar Rp 243.546,29
per usaha per bulan sedangkan kalau dilihat dari break even point harga adalah sebesar Rp 2.327,45/bungkus per usaha
per bulan. Dengan nilai tersebut pada usaha pengolahan gula aren selama periode
produksi (1 bulan) di Desa Bekoso mencapai titik impas atau kembalinya modal.
Untuk lebih jelasnya mengenai nilai break
even point dapat dilihat pada Lampiran 14, 15 dan 16 dan secara grafis,
titik BEP dapat digambarkan sebagai berikut.
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image021.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image022.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image023.gif)
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image024.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image025.gif)
![]() |
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image027.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image028.gif)
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image029.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image030.gif)
![Text Box: BEP](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image031.gif)
![]() |
|||
![]() |
|||
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image034.gif)
|
|
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image035.gif)
Gambar
2. Kurva Break Even Point (BEP) Pada Usaha Pengolahan Gula Aren Selama Periode
Produksi (1 bulan) Di Desa Bekoso.
Pada gambar di atas
diberi gambaran usaha pengolahan gula aren yang dilaksanakan pengrajin di Desa
Bekoso diperoleh nilai rata-rata break
even point (BEP) dilihat dari volume produksi sebesar 70,66 bungkus per
usaha per bulan atau dilihat dari hasil penjualan (penerimaan) sebesar Rp
243.546,29 per usaha per bulan, maka usaha pengolahan gula aren yang
dilaksanakan pengrajin di daerah penelitian selama periode produksi (1 bulan)
telah mampu melewati nilai break even
point (BEP), sebab bila dilihat kembali dari rata-rata penerimaan yang
diperoleh sebesar Rp 4.005.615,38 per usaha per bulan dan tingkat produksi
rata-rata sebesar 1.144,46 bungkus per usaha per bulan. Dengan kata lain bahwa
hasil penerimaan atau produksi yang diperoleh pengrajin gula aren selama
periode produksi (1 bulan) di Desa Bekoso telah mampu menghasilkan keuntungan.
5.8.
Analisa Deskriftif Kualitatif
5.8.1.
Aspek Pengadaan Bahan Baku
a.
Sumber
Bahan Baku
Bahan
baku pengolahan gula aren yang ada di Desa Bekoso adalah berasal dari
penyadapan nira aren yang dimiliki sendiri oleh pengrajin. Dimana pohon aren
tersebut tumbuh secara liar (alami) dilahan yang dimiliki oleh pengrajin tanpa
adanya sistem pembudidayaan.
b.
Kebutuhan
Bahan Baku
Kebutuhan
air nira tiap responden berbeda-beda yaitu tergantung dari banyaknya pohon yang
dimiliki dan tergantung dari umur tanaman (pohon) aren tersebut, semakin tua
umur tanaman (pohon) aren maka jumlah air nira yang didapatkan dari hasil
penyadapan semakin sedikit.
Air
nira yang disadap oleh pengrajin gula aren di Desa Bekoso berkisar rata-rata
1.562,31 liter per usaha per bulan atau rata-rata sebesar 52,08 liter per usaha
per hari dengan cara dua kali penyadapan setiap harinya yaitu pagi dan sore
hari. Hasil penyadapan nira aren yang dilakukan di pagi hari menghasilkan lebih
banyak air nira dibandingkan dengan penyadapan yang dilakukan di sore hari.
c.
Pengaruh
Bahan Baku Terhadap Musim
Kualitas
nira aren yang disadap pada musim kemarau memiliki rasa lebih manis jika
dibandingkan dengan kualitas nira aren yang disadap pada musim penghujan yaitu
lebih hambar, akan tetapi hasil perolehan panyadapan pada musim kemarau lebih
sedikit menghasilkan air nira jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh
dari penyadapan dimusim penghujan.
d.
Persiapan
dan Pemukulan Tandan Buah
Sebagai kegiatan awal
kegiatan usaha pengolahan gula aren di Desa Bekoso adalah pemungutan air nira.
Pengrajin biasanya memilih umur pohon aren yang akan disadap. Sedangkan umur
pohon aren yang disadap tersebut dengan kisaran umur tanaman antara 10-18 tahun
dan pohon yang akan diambil niranya adalah pohon yang sudah berbuah. Adapun
kebanyakan pengrajin dalam menyadap memanfaatkan bunga jantannya yang sudah
cukup umur yang ditandai akan merekahnya bunga, maka dimulailah pekerjaan
penyiapan seperti pemasangan tangga atau sigai yang terbuat dari bambu.
Dari hasil pengamatan
bahwa rata-rata pohon yang disadap pengrajin guna pengolahan gula aren sebanyak
8 pohon. Pengambilan air nira menggunakan alat tangga. Kemudian aktifitas
selanjutnya setelah persiapan tangga adalah pemukulan pangkal bunga (tandan
buah). Pangkal bunga tersebut dipukul–pukul dengan alat pemukul selama waktu
yang ditentukan kurang lebih 11 hari (1 minggu 4 hari ) dan dilakukan 2 kali
sehari pagi dan sore.
e.
Pengambilan
Air Nira ( Bahan Baku )
Kegiatan berikutnya
setelah dilakukan pemukulan tandan buah (menggoal) adalah pengambilan air nira.
Pada bagian pangkal bunga dipotong, maka keluarlah air nira tersebut dari bekas
potongan tadi, namun biasanya para pengrajin gula aren di Desa Bekoso tidak
langsung menampung air niranya, tetapi dibiarkan dulu selama 1-3 hari. Setelah
itu baru mulai menampung air nira dengan menggunakan bumbung bambu. Sebelum
melakukan penyadapan dilakukan pengasapan pada bumbung bambu tersebut.
Perlakuan ini gunanya untuk menekan proses fermentasi nira selama dalam bumbung
bambu. Hal ini dilakukan setiap kali pengambilan nira. Dimana pemasangan dan
pengambilan bumbung bambu dilakukan 2 (dua) kali dalam sehari yaitu pada pagi
hari sekitar jam 07.00 dan sore hari sekitar jam 17.00.
Setiap penggantian
pangkal bunga tadi diiris tipis dengan menggunakan parang yang tajam. Hal ini dilakukan
untuk menghindari keasaman air nira. Sebab bila air niranya asam maka kualitas
gula aren kurang baik, semakin manis air niranya semakin baik kualitas gulanya.
Lama penyadapan pohon
nira tergantung pada kandungan nira di dalam pohon. Bilamana dilakukan
penyadapan berat air nira yang keluar cukup deras bahkan bisa melebihi volume
tukil yang dipasang, maka dalam waktu 2 bulan menghabiskan satu tandan langan.
Pengrajin gula aren di Desa Bekoso umumnya melakukan penyadapan yang dapat
dikatakan tergolong pada jenis penyadapan berat, karena lama penyadapan satu
tandan lengan sekitar kurang lebih 2,5 bulan. Dalam kegiatan pengambilan air
nira selama satu periode produksi (1 bulan) dengan waktu berkisar antara 0,5-2
jam. Hasil pengolahan data pada usaha pengolahan gula aren keperluan air nira
selama 1 (satu) bulan rata–rata 1.562,31 liter per usaha (Lampiran 4).
f.
Alat
Yang Digunakan
Alat perlengkapan yang
umumnya digunakan oleh pengrajin gula aren di Desa Bekoso diantaranya :
1. Bangunan
Bangunan ini digunakan
untuk melindungi pengrajin dari terik sinar matahari dan hujan dalam proses
pengolahan gula aren (proses perebusan air nira). Ukuran bangunan yang dimiliki
pengrajin yaitu berkisar antara 2 m X 3 m dan 3 m X 3 m yang lantainya terbuat
dari bambu, atapnya terbuat dari daun dan tiangnya terbuat dari tanaman
berbatang keras yang diperoleh dari hutan.
2. Parang
Parang terbuat dari
baja dan diusahakan agar selalu dalam keadaan tajam yang berguna untuk menyadap
tangkai bunga aren dengan cara memotong bekas potongan dengan tujuan agar nira
yang baru akan keluar.
3. Kapak
Kapak juga terbuat dari
baja dan diusahakan agar selalu dalam keadaan tajam gunanya hampir sama dengan
parang, tetapi kapak ini digunakan untuk memotong benda-benda yang lebih keras
misalnya seperti untuk memotong dahan pohon aren.
4. Batu
Asah
Batu asah digunakan
untuk mengasah parang atau kapak agar parang atau kapak tersebut tetap dalam
keadaan tajam.
5. Lesung
Cetakan
Lesung cetakan ini
terbuat dari kayu dengan panjang antara 1 m sampai dengan 1,5 m dan berbentuk
gelas dengan bagian dalam berbentuk kerucut sekitar 22 lubang.
6. Wajan
Wajan terbuat dari baja
agar gula aren tidak melekat pada wajan dan panasnya secara perlahan-lahan dan
tahan lama, berguna untuk menampung air nira yang siap dipanaskan diatas tungku.
7. Gayung
dan Ember
Alat ini digunkan
sebagai penampung air untuk membersihkan (mencuci) barang-barang yang sudah
dipakai.
8. Bumbung
Bambu
Bumbung ini terbuat
dari bumbung dengan panjang sekitar 1,5 m yang berguna untuk menampung air nira
dari tangkai yang sudah disadap.
9. Tungku
Tungku digunakan untuk
memanaskan air nira yang sudah ada diatas wajan sampai batas waktu yang telah
ditentukan.
10. Ciduk
Alat ini digunakan
untuk menciduk gula aren dan untuk mengetes kekentalan gula aren.
11. Tali
Rapia
Tali rapia digunakan
untuk mengikat bungkusan gula aren yang sudah siap untuk dipasarkan.
12. Pemalu
Alat ini terbuat dari
kayu yang digunakan untuk memukul-mukul pangkal tangkai aren yang sebelum
dideres sehingga mempermudah dalam proses penderesan.
13. Susuk
Wajan
Alat ini terbuat dari
kayu dengan panjang sekitar 50 cm gunanya untuk mengaduk air nira yang sudah
kental dengan cara mengaduk bagian pinggirnya untuk mengetahui apakah rebusan
air nira tersebut benar-benar sudah masak atau belum.
14. Karung
Karung digunakan untuk
menyimpan gula aren yang sudah siap dipasarkan agar gula tersebut tidak mudah
pecah dan juga agar terlihat lebih rapi.
15. Tangga
Alat ini terbuat dari
bambu yang disandarkan ke pohon aren gunanya untuk mempermudah dalam pemanjatan
pohon aren.
16. Penyaring
Alat ini digunakan
untuk menyaring kotoran yang terdapat dalam air nira, misalnya semut dan lebah
pada saat menuangkan air nira dari bumbung ke wajan.
g.
Ketersediaan
Tenaga Kerja
Sumber tenaga kerja
dalam penyelenggaraan usaha pengolahan gula aren oleh masyarakat pengrajin di
Desa Bekoso seluruhnya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Curahan
tenaga kerja dalam keluarga ini meliputi kegiatan persiapan untuk pemukulan
tandan buah (menggoal), pengambilan bahan baku (air nira), perebusan,
pengadukan dan pencetakan serta pemasaran. Dalam menghitung tenaga kerja
digunakan hari kerja orang (HKO), dimana dalam 1 hari kerja efektif dihitung 9
jam kerja.
Besarnya biaya tenaga
kerja dihitung berdasarkan upah per hari kerja orang (HKO) dikali dengan
masing-masing pekerjaan. Adapun upah tenaga kerja adalah Rp 15.000,00 per hari
per orang. Dengan demikian biaya rata-rata untuk tenaga kerja pada usaha
pengolahan gula aren selama 1 (satu) bulan periode produksi di Desa Bekoso
adalah sebesar Rp 596.215,38 per usaha dengan curahan tenaga kerja sebesar
39,75 HKO.
h.
Kapasitas
Produksi
Kapasitas produksi
pengolahan gula aren yang diselenggarakan oleh masyarakat pengrajin di Desa
Bekoso adalah berasal dari nira aren itu sendiri. Semakin banyak nira aren yang
diperoleh dari hasil penyadapan maka semakin banyak hasil yang produksi gula
aren tetapi semakin sedikit nira aren yang diperoleh dari hasil penyadapan maka semakin sedikit hasil produksi gula
aren.
Rata-rata umur tanaman
aren yang ada di lokasi penelitian adalah berumur 14 tahun dimana pada umur
tersebut tanaman (pohon) aren masih bisa berproduksi secara maksimal.
5.8.2. Aspek Pengolahan/Produksi
Selanjutnya kegiatan
berikutnya setelah dilakukan pengambilan air nira adalah air nira dituangkan ke
sebuah wajan untuk direbus pada tungku pembakaran. Proses perebusan ini memakan
waktu antara 5-6 jam. Air nira tadi direbus sampai pada kekentalan yang
ditentukan mulai diaduk dengan alat pengaduk dan diberikan buah kelapa.
Keperluan buah kelapa selama 1(satu) bulan proses pengolahan gula aren rata–rata
1,19 biji per usaha dan kayu bakar rata–rata sebanyak 3,8 per m3
(Lampiran 4).
Setelah adukannya sudah
merata maka adukan tadi dituangkan ke dalam cetakan. Aktivitas selanjutnya
setelah proses perebusan dan pengadukan adalah kegiatan pencetakan. Pencetakan
gula aren dilakukan setelah adukan sudah rata dan kental, maka dituangkan ke
dalam cetakan. Tunggu sampai dingin kemudian dikeluarkan dari cetakan atau
dilepas dan dibungkus dengan daun palm, dimana rata–rata keperluan daun palm
selama 1 (satu) bulan sebesar 3.122,31 helai per usaha dan diikat dengan
menggunakan tali rapia, kebutuhan tali rapia dalam pengikatan gula aren
rata-rata diperlukan sebanyak 226,62 meter per usaha per bulan atau rata-rata
diperlukan biaya sebesar Rp 45.123,08 per usaha per bulan (Lampiran 4). Dengan
demikian gula aren siap untuk dipasarkan kepada konsumen.
Untuk lebih jelasnya
proses produksi gula aren di Desa Bekoso dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image036.gif)
0,5 s/d 2 jam
|
|
![]() |
|||
![]() |
|||
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image038.gif)
. 5
- 6 jam
|
![]() |
10 menit
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.gif)
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image040.gif)
20 menit
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image041.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image012.gif)
|
|
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.gif)
Gambar 3. Skema Proses Pembuatan Gula Aren Di Desa Bekoso
Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser.
5.8.3. Aspek Sosial
Usaha
pengolahan gula aren yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Bekoso adalah usaha
pokok (utama), keberadaannya pun sangat bermanfaat khususnya bagi para
pengrajin gula aren dimana usaha tersebut dapat menambah peningkatan pendapatan
keluarga.
Secara
ekonomi usaha tersebut sangat layak dikembangkan karena melihat dari nilai R/C
ratio yang diperoleh yaitu sebesar 1,5. Sedangkan secara sosial usaha
pengolahan gula aren juga layak untuk diusahakan karena melihat dari rata-rata
pendapatan yang diterima oleh pengrajin gula aren adalah sebesar Rp
1.287.008,26, dimana jumlah pendapatan yang diterima pengrajin lebih besar bila
dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) sebesar Rp 900.000,00 per
bulan.
5.8.4. Aspek Pemasaran
Umumnya pengrajin gula
aren di Desa Bekoso ini menjual produknya kepada pedagang pengumpul yang datang
sendiri ke lokasi pengolahan gula aren, tetapi ada juga sebagian pengrajin gula
aren yang menjual hasil olahannya ke Pasar Pasir Belengkong dan Pasar Senaken
Tanah Grogot.
Tingkat harga jual gula
aren tergantung dari mutu gula tersebut serta banyaknya permintaan dari para
pedagang pengumpul dan konsumen, biasanya harga gula aren akan tinggi menjelang
bulan puasa dan sesudah musim panen sebaliknya gula akan turun harganya di saat
musim buah-buahan.
Untuk lebih jelasnya
tahapan-tahapan kegiatan tersebut dapat dilihat pada gambar bagan berikut ini.
![]() |
|||
![]() |
|||
![Rounded Rectangle: Pemasaran
Gula Aren](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image044.gif)
Gambar
4. Bagan Persiapan Dan Pengadaan Bahan Baku Sampai Dengan Pemasaran Gula Aren
Di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong Kabupaten Paser.
Proses pemasaran merupakan kegiatan menyalurkan barang dan jasa dari tangan
produsen (penjual) ke tangan konsumen (pembeli). Dalam rangka mendukung
distribusi barang - barang
tersebut dibutuhkan saluran distribusi yang tepat untuk menjalankan kegiatan
tersebut.
Pemasaran gula aren yang dilakukan di Desa Bekoso ada dua cara yaitu secara
langsung dan secara tidak langsung. Pemasaran secara langsung adalah pengrajin
menjual langsung ke tangan konsumen tanpa adanya pedagang perantara, sedangkan
pemasaran tidak langsung adalah pengrajin menjual kepada pedagang perantara
yang datang kemudian akan dijual ke pasar. Hal inilah yang disebut dengan
saluran distribusi.
Saluran distribusi yang digunakan pengrajin gula aren di Desa Bekoso dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
|
|||||||
|
|
Gambar 5. Skema Saluran
Distribusi Pemasaran Gula Aren di Desa Bekoso Kecamatan Pasir Belengkong
Kabupaten Paser.
Berdasarkan skema diatas dapat dilihat bahwa ada dua saluran distribusi
yang akan digunakan dalam memasarkan gula aren di Desa Bekoso. Saluran
distribusi tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Produsen
(pengrajin)
Konsumen
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image048.gif)
2.
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image049.gif)
Produsen
(pengrajin) Pedagang Pengecer konsumen
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image049.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/sinarnet/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image050.gif)
Saluran distribusi yang pertama yaitu dari produsen (pengrajin) ke konsumen
biasa disebut dengan pemasaran langsung. Pemasaran langsung adalah gula aren
yang dijual oleh pengrajin kepada konsumen/pembeli. Melalui sistem pemasaran
langsung ada beberapa keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh, yaitu:
- Keuntungan
1.
Pengrajin
dapat menentukan harga jual gula aren sendiri.
2.
Pengrajin
akan mengetahui keadaan pasar.
3.
Pengrajin
dapat berhubungan langsung dengan konsumen.
- Kerugian
1.
Akan
terjadi persaingan yang tidak sehat.
2.
Pengrajin
akan tersisa waktunya untuk memasarkan sehingga akan mengurangi waktu produksi.
Sedangkan saluran distribusi yang kedua yaitu pengrajin menjual gula aren
tidak langsung ke konsumen, melainkan melalui pedagang perantara yaitu pedagang
pengecer. Pedagang pengecer datang langsung ke tempat pengrajin untuk membeli
gula aren dan selanjutnya di jual ke pasar. Hal ini sering disebut dengan
pemasaran tidak langsung, seperti halnya dengan pemasaran langsung, pemasaran
tidak langsung juga mempunyai keuntungan dan kerugian.
a.
Keuntungan
1.
Pengrajin
akan cepat memasarkan gula aren.
2.
Pengrajin
tidak akan tersisa waktunya untuk memasarkan sehingga mempunyai waktu yang
lebih banyak untuk memproduksi.
3.
Ada
standar harga gula aren yang telah ditetapkan.
b.
Kerugian
2.
Pengrajin
tidak bisa menentukan harga gula aren sendiri.
3.
Pengrajin
kurang mengetahui keadaan pasar.
4.
Pengrajin
tidak dapat berhubungan langsung dengan konsumen akhir.
BAB
VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian
hasil penelitian terhadap pengrajin gula aren di Desa Bekoso Kecamatan Pasir
Belengkong Kabupaten Paser, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.
Secara teknis pengolahan gula aren di
Desa Bekoso masih dilaksanakan secara sederhana, terlihat alat perlengkapan
yang digunakan masih manual. Hal ini tidak terlepas dari minimnya modal yang
dimiliki pengrajin gula aren.
2.
Melihat dari hasil perhitungan R/C ratio
pada usaha pengolahan gula aren selama periode produksi (1 bulan) di Desa
Bekoso menunjukkan bahwa nilai R/C Ratio yang diperoleh pengrajin rata-rata Rp
1,5 berarti usaha tersebut secara ekonomi layak untuk diusahakan. Karena sesuai
dalam perhitungan R/C Ratio yaitu jika nilai R/C ratio lebih dari 1 maka usaha
tersebut layak untuk diusahakan.
3.
Rata-rata produksi gula aren di Desa
Bekoso 1.144,46 bungkus per usaha per bulan dengan harga Rp 3.500,00 maka
rata-rata penerimaan sebasar Rp 4.005.615,00 per usaha per bulan dan rata-rata
biaya total sebesar Rp 2.718.607,12 per usaha per bulan yang terdiri dari
rata-rata biaya tetap sebesar Rp 127.930,20 per usaha per bulan dan rata-rata
biaya variabel sebesar Rp 2.590.676,83 per usaha per bulan.
4.
Nilai BEP pengolahan gula aren di Desa
Bekoso dilihat dari volume produksi rata-rata sebesar 105,55 bungkus per usaha
per bulan dan hasil penjualan rata-rata sebesar Rp 365.514,86 per usaha per
bulan. Dengan demikian usaha pengolahan gula aren secara ekonomis menguntungkan
karena penerimaan dan produksi yang
diperoleh pengrajin gula aren selama periode produksi (1 bulan) lebih besar
dari nilai BEP.
6.2.
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan kepada para
pengrajin gula aren dan segenap pihak yang terkait dengannya untuk dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.
Perlu adanya perhatian pemerintah
melalui instansi terkait untuk memberikan penguatan modal usaha bagi industri
rumah tangga agar dapat meningkatkan pendapatan.
2.
Sebaiknya pemerintah khususnya Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Dinas Perindakop) selalu memberikan
dorongan atau motivasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
melalui industri kecil. Dalam hal ini usaha pengolahan gula aren dapat
dijadikan sebagai industri kecil yang berkembang.
3.
Mengingat usaha pengolahan gula aren di
Desa Bekoso relatif sudah lama, maka sebaiknya guna mengantisipasi kekurangan
bahan baku gula aren agar produksi gula aren dapat dijalankan secara terus
menerus, sebaiknya pengrajin gula aren membudiadayakan atau meremajakan tanaman
tersebut, karena selama ini keberadaan tanaman aren tersebut tumbuh secara
alami tanpa adanya pemeliharaan secara intensif. Untuk itu perlu adanya
kerjasama antara dinas terkait setempat (Dinas Perkebunan) dengan pengrajin
gula aren untuk mengembangkan tanaman aren.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2008. Pedoman Penulisan Skripsi Program Studi
Agribisnis. Penerbit STIPER Muhammadiyah Tanah Grogot Kabupaten Paser,
Tanah Grogot.
Firdaus, Muhammad., 2008. Manajemen Agribisnis. Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.
Handoko,
T Hani., 1999. Dasar-Dasar Manajemen
Produksi Dan Operasi Edisi 1 Cetakan Keduabelas. Penerbit BPFE, Jogyakarta.
Hernanto, Fadholi., 1995. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Anggota IKAPI Seri
Pertanian, Jakarta.
Kartono, Kartini., 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial Cetakan Ke
VII. Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung.
Mubyarto., 1989. Pengantar
Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES, Jakarta.
Mulyadi.,
1993. Akuntansi
Biaya Edisi 5. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen.
UGM, Yogyakarta.
Rangkuti, Freddy., 2006. Analisis Swot Tknik Membedah Kasus Bisnis.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Rosyidi, Suherman., 2001. Pengantar Teori Ekonomi. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Safari, Achmad., 1995. Teknik Membuat Gula Aren. Penerbit Karya
Anda, Surabaya.
Sigit, Soehardi., 2001. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial –
Bisnis – Manajemen cetakan Kedua. Penerbit BPFE UST, Yogyakarta.
Soegiri. J, Nawangsari.,
2006. Tanaman Berkhasiat Indonesia Volume
1. Penerbit IPB Press, Bogor.
Soekartawi, 1995.
Analisa Usahatani. Penerbit Rajawali
Press,
Jakarta.
Soekartawi, dkk., 1986. Ilmu Usahatani Dan
Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit UI – Press, Jakarta.
Sukanto,
Reksohadiprodjo dan Indiro Gitusudarmo., 1992. Manajemen Produksi
Edisi 4. Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Sunanto, Hatta., 1993. Aren Budidaya dan
Multigunanya. Penerbit Kanisius, Jogyakarta.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D Cetakan Keempat. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Suratiyah, Ken., 2006. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar
Swadaya, Jakarta.
Suryabrata, Sumadi., 2000. Metodologi Penelitian Cetakan Keduabelas.
Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Swasta,Basu dan Irawan., 2005. Manajemen Pemasaran
Modern Cetakan Ke 12. Penerbit Liberty,
Yogyakarta.
Umar, Husein., 2007. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Penerbit PT. Raja
Grofindo Persada, Jakarta.
Wirartha, I Made., 2006. Metode Penelitian
Sosial Ekonomi. Penerbit Andi, Yogyakarta.
keren kak studi kelayakan nya, bisa belajar deh merancang layak atau tidak nya suatu usaha
BalasHapusassamualaikum bisa lihat contoh lampiran nya
BalasHapusassalamualaikum..
BalasHapusmba mau nanya alasan pengambilan sampelnya 20 peren dari populasi itu apa?? makasih
assalamualaikum kak bisa lihat conto lampirannya gak? kebetulan saya ambil judul yang hampir sama dengan penelitian kakak. mohon bantuannya
BalasHapuswassalam.