"Seminar paling heboh tahun ini, membuka habis rahasia menjadi kaya".
demikian bunyi sebuah iklan tentang suatu seminar di sebuah hotel berbintang.
Malam itu, aku menyaksikan, ruangan seminar penuh, tua muda, laki-wanita,
sendirian atau berpasangan, semua serius mendengarkan "sang tokoh"
bercerita tentang "diri"nya, bagaimana bisa kaya dan sukses. Banyak
tawa dan canda, jok-jok jenaka dilempar, disambut gelak ketawa, seakan mereka
lupa, mereka bayar, mereka duduk, mereka tertawa, dan........mana hebohnya ?
Mana rahasia menjadi kaya ?, Ah, akupun tak tahu, tapi inilah realita.
Sebuah
promosi memang menyajikan fakta yang ditawarkan, baik benda maupun jasa, tetapi
sulit berkelit bagi si pembuat iklan atau si pemesan iklan, untuk selalu
menyertakan dusta, minimal menyelipkan kata bermakna ganda, sehingga persepsi
orang bisa digiring sesuai dengan kehendak si pembuat atau si pemesan iklan.
Yah..... inilah sebagian dari realita dalam dunia bisnis, antara fakta dan
dusta, terkadang sulit dipilah secara nyata. Tapi...... itu belum apa-apa,
dalam renungan aku tertegun, ternyata hampir semua pojok kehidupan, perilaku
dusta sudah merajalela, bahkan ada yang mengatakan, dusta sudah membudaya,
benarkah ? Coba sebentar kita melihat fakta dalam dunia pendidikan, apakah di
sana juga ada dusta ?
Semua tahu dan menyadari bahwa
pendidikan bertujuan ingin mengantarkan peserta didik, menjadi lebih terdidik,
lebih cerdas dalam berpikir, lebih luas wawasan pengetahuan dan pengalaman,
lebih dewasa dalam bersikap, lebih bertanggungjawab dalam bertindak, dan
lebih-lebih yang lainnya. Pokoknya, pendidikan berusaha ingin merubah perilaku
dan kemampuan nalar peserta didik menjadi lebih berkualitas. Apakah tujuan ini
tercapai ? Ya..... sebagian, sekian percent, mungkin sudah atau akan menjadi
realita, sedangkan sebagian yang lain, seberapa percent yang lain, masih perlu
dipertanyakan realitanya. Mengapa ? Ah, rumit jawabannya, karena kompleks
penyebabnya. Lalu bagaimana ? Mari kita lihat fakta-fakata yang sudah jadi
realita.
Sebagian realita bercerita,
bahwa ketika peserta didik mengikuti ujian, persiapan mereka cukup
instan, cukup hanya belajar semalam, dengan SKS, sistem kebut semalam.
Sebagian lagi. tak perlu susah belajar, santai saja, yang penting sudah siap
bahan "contekan" dengan berbagai teknik canggih, atau bergeriliya
mencari bocoran soal. Dan sebagian lainnya lagi, menyiapakan setoran
"premi" ke yang berwenang agar dapat jaminan nilai lulus.
Bagaimana pula ketika mengerjakan tugas ?,membuat skripsi, tesis, desertasi ?
perilaku fotocopy, copy paste, menjiplak, mendown load di internet,
ah......terlalu banyak fakta yang berselimut dusta. Dan ini terjadi hampi
r di semua jenjang pendidikan, dari tingkat paling dasar, hingga program
Doktor. Bukankah sudah teersebar berita ada Doktor yang ternyata plagiator
? Bisakah perilaku demikian ini membuahkan generasi cerdas dan penuh
berkah untuk sesama ? Tanya ini, tak perlu jawab,cukup realita yang berbicara.
Apakah semua pesetrta didik begitu ? Tentu saja tidak. Masih ada, entah
masih banyak atau segelintir, peserta didik yang tetap tegak berdiri dalam
kejujuran, ketekunan, dan penuh tanggungjawab terhadap perkembangan
dirinya.
Lalu, bagaimana pula dengan para
pendidiknya ? Apakah mereka semua pejuang kejujuran ? Apakah mereka contoh
teladan ? Sebagian, entah besar atau kecil, mungkin ya, mereka pejuang
pendidikan tulen. Sedangkan sebagian yang lain, mungkin sudah biasa bermain
dengan aneka macam dusta. Ketika mereka berusaha untuk memenuhi persyaratan
angka kredit untuk kenaikan pangkat, bagaimana mereka menghadir data ?
Adakah dusta di sana ? Ketika mereka memenuhi persyaratan sertifikasi, adakah
fakta yang tersaji dalam dusta ? Pertanyaan ini juga tak usah dijawab, cukup
lihat realita yang ada.
Lalu, bagaimana mungkin kita
berharap berkah dari Tuhan, kalau do'a yang kita panjatkan selalu berpadu
dengan perilku dusta yang sangat dimurkaiNya.
Solusinya, ?
Taubat......taubat nasuha, mengakui salah, dan berjanji tak akan berdusta lagi.
Kita kibarkan bendera bertuliskan : " Mulai hari ini, tiada dusta lagi di
antara kita ".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar