Selasa, 25 Oktober 2011

KIAT-KIAT MENGHADAPI UJIAN NASIONAL (UN)



Sebentar lagi siswa-siswi kelas akhir (SD/MI, SMP/MTs, SLTA/MA sederajat) akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Peserta UN tidak boleh melupakan ibadah, sebab orang yang melakukan ibadah untuk Allah dengan sungguh-sungguh pasti belajarnya sungguh-sungguh.
Ilmu itu cahaya, wudhu itu cahaya. Jadi kalau kita sebelum belajar berwudhu dulu maka ilmunya akan masuk ke hati.
Ada 4 (Empat) hal yang tidak boleh kita lupakan  menjelang ujian.
Pertama, Belajar sungguh-sungguh.
Kedua, Berdoa sungguh-sungguh, minta sama Allah saat qiyamul lail (shalat malam), jangan lupa minta doa kedua orang tua.
Kiat ketiga agar sukses menjalani UN setelah ikhtiar dan berdoa adalah berprasangka baik kepada semua orang dan selalu optimis. Hamba Allah yang beriman selalu optimis dan tidak pesimis. Optimis didapati karena doa dan ikhtiarnya yang sungguh-sungguh.
Dan kiat yang keempat adalah tawakkal. “siapa yang menyerahkan hasilnya kepada Allah, maka Allah-lah yang memenuhi kebutuhannya. Caranya, bangun malam (shalat tahajjud), sebelum belajar buka Al-Qur’an, eeeettttsss...... jangan sekedar buka Al-Qur’an doank tapi harus dibaca lho...!!! Bagi laki-laki shalat berjemaah di mesjid atau mushallah itu lebih utama. Allah selalu bersama hambanya yang malamnya tahajjud dan siangnya dhuha dan lebih baik lagi bersedekah. Karena malaikat mendoakan hambanya yang bersedekah, menjaga wudhu, dan istighfar kepada Allah.
Apabila rohani sudah terpenuhi, jasmani pun harus dijaga. Kita diciptakan Allah fi ahsani taqwim, maka dari itu kita jaga dengan makanan bergizi, makanan halal, istirahat teratur dan yang tidak kalah pentingnya adalah jangan BEGADANG serta manfaatkanlah waktu sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin.
Modal utama menghadapi Ujian nasional adalah keyakinan. Kunci sukses yaitu dengan 5 (Lima) BER, Ber yang pertama adalah berniat. “Orang yang  mau berhasil harus berniat, dalam niat ada keyakinan”. Ber yang kedua yaitu berilmu. “Semua amal atau pekerjaan harus dengan ilmu”. Ber yang ketiga adalah berusaha. “Memaksimalkan ikhtiar dengan sungguh-sungguh”, man jadda wa jada yang artinya siapa bersungguh-sungguh pasti mendapat. Ber yang keempat adalah bersyukur. “Allah memberikan potensi, bakat, akal, dan indera yang berbeda-beda kepada hambanya, bersyukur adalah jalan keberhasilan”. Ber yang kelima adalah bersabar. “sabar adalah kekuatan dan keteguhan hati.
Selamat menempuh Ujian Nasional

Senin, 24 Oktober 2011

FENOMENA ALAM

Hal ini terjadi setiap akhir kenaikan kelas dan menjelang tahun pelajaran baru, dimana setiap siswa yang dinyatakan tidak naik kelas mereka akan memutuskan pindah sekolah dan kebanyakan hal ini terjadi pada sekolah-sekolah swasta (milik sebuah yayasan) yang notaben-nya lebih maju dibandingkan Sekolah Dasar Negeri. Sebagai contoh diambil dari penelitian seorang PSIKOLOG ternama di kota ini dan juga seorang dosen di Universitas Swasta di kota tersebut dan dosen kelas terbang di berbagai daerah yang ada di daerah ini, beliau berpendapat bahwa seorang anak (siswa) pada Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang tidak naik kelas mereka cenderung berpindah ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Hal ini dikarenakan kalau tidak naik di MI atau MTs mereka pasti diterima di SDN atau SMP bahkan jauh dari itu orang tua mereka berpendapat bahwa kalau anaknya dipindahkan sekolah ke SDN atau SMP, anak mereka pasti naik kelas. Tidak seperti halnya bersekolah di MI atau MTs, karena di SDN atau SMP jumlah murid lebih sedikit (kekurangan murid) dibandingkan jumlah murid di MI atau MTs. Benarkah semua itu terjadi pada anak didik kita......??????

Senin, 03 Oktober 2011

PELAKSANAAN PENGAJARAN BAHASA INGGRIS
DI MADRASAH TSANAWIYAH AL-HIDAYAH SUNGAI
TABUKAN KECAMATAN  SUNGAI TABUKAN
KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA



ABSTRAK

Skripsi ini mengemukakan tentang pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan  Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pokok-pokok permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengajaran bahasa Inggris pada kelas VII, VIII, IX Tsanawiyah di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah, latar belakang pendidikan guru, cara megajar guru, metode-metode yang diajarkan, yang meliputi : Metode langsung (Direct method), Metode berlitz, Metode alami (Natural method), Metode pencatatan (Conversation method), Metode phonetic (Mendengar dan mengucap), Metode practice theory, Metode membaca (Reading method), Metode bicara lisan (Oral method), Metode praktek pola-pola kalimat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dan peran guru dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas bagaimana pengajaran bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan cukup berhasil.
Hipotesis yang penulis kemukakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : pengajaran bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan belum terlaksanan secara optimal dan kurang berhasil karena dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu latar belakang pendidikan tidak sesuai, cara mengajar tidak sepenuhnya tidak menggunakan silabus, kurangnya minat siswa, sarana dan fasilitas belum memadai, lingkungan kurang mendukung.
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara yang berjumlah 140 orang dan 2 orang guru mata pelajaran bahasa Inggris.
Kemudian dari jumlah populasi siswa tersebut yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 74 orang dengan pengambilan sampel yang dianggap representative yaitu kelas VII, VIII, IX.
Setelah data dianalisis akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara belum terlaksana secara optimal  dan kurang berhasil. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : latar belakang pendidikan guru tidak sesuai, cara mengajar guru tidak sepenuhnya menggunakan silabus, kurangnya minat siswa, sarana dan fasilitas belum memadai dan lingkungan kurang mendukung.
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Di Indonesia pada dasarnya pendidikan dilaksanakan dalam rangka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, salah satu alternatif yang dapat dilaksanakan ialah dengan melalui jalur pendidikan.
Firman Allah SWT dalam surat Az-Zumar ayat 9 berbunyi :
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$#  )ﺴﺮﺓﺍﻠﺰﻤﺮ:٩(


Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 yang berbunyi :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.2

Dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut di atas, dilakukan kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan yang terjadi dalam proses belajar mengajar, para siswa diberikan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan baik, umum maupun agama. Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan di sekolah/Madrasah tidak terkecuali pada perguruan tinggi.
Bahasa Inggris adalah satu bahasa internasional yang sangat penting dikuasai. Di samping itu fungsinya juga merupakan alat komunikasi dan alat transfer ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengajaran Bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah bertujuan agar siswa memiliki keterampilan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis, dalam Bahasa Inggris melalui tema yang dipilih berdasarkan tingkat perkembangan dan minat mereka, tingkat penguasaan kosa kata (1000 kosa kata), dan tata yang sesuai.3

Pencapaian tujuan pengajaran mata pelajaran Bahasa Inggris sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses mengajar. Oleh karena itu, dalam mengajar, Guru harus menguasai bahan pelajaran dan bisa memberikan rangsangan kepada siswa tentang faedah atau kegunaan dari mata pelajaran yang diberikan. Kalau tidak, kegiatan proses belajar mengajar tidak akan berhasil dengan baik.
Kemampuan mengajar merupakan salah satu persyaratan bagi seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan.4
Pengajaran tidak akan berhasil dengan baik tanpa keikutsertaan siswa dan keaktifan mereka ambil bagian pada saat pelajaran berlangsung. Dalam pengajaran guru tidak mungkin hanya menjadi pentransfer ilmu, tetapi juga berupaya mengarahkan segenap kemampuannya baik fisik maupun mental untuk melakukan pengajaran demi tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan observasi pendahuluan dari hasil informasi, Penulis menemukan bahwa pelaksanaan pengajaran Bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara, cukup berhasil dengan baik. Hal ini kemungkinan ada pengaruh dari faktor intern dan ekstern.
Faktor intern yaitu dari dalam diri guru itu sendiri, seperti rasa kesadaran pentingnya mengajar Bahasa Inggris yang diberikan, latar belakang pendidikan, pengalaman dan motivasi. Sedangkan faktor ekstern yaitu faktor yang datang dari luar diri guru itu sendiri, seperti metode mengajar, sarana/fasilitas, lingkungan.
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dan mendalam dengan mengangkat judul : “PELAKSANAAN PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI MADRASAH TSANAWIYAH AL-HIDAYAH SUNGAI TABUKAN KECAMATAN SUNGAI TABUKAN KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA”.
Untuk menghindari interprestasi yang keliru tentang istilah judul di atas, maka Penulis merasa perlu untuk menjelaskan beberapa pengertian sebagai berikut:
1.    Pengajaran
Kata pengajaran mempunyai tiga pengertian :
a.         Proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan
b.         Perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar
c.         Peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang dialami atau dilihatnya).
Jadi yang dimaksud pengajaran disini adalah proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan yang dilaksanakan dalam kegiatan pengajaran bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan.
2.    Bahasa Inggris
Bahasa Inggris yang dimaksud dalam tulisan ini adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan.
3.      Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah
Madrasah Tsanawiyah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan berada di desa Sungai Tabukan yang letaknya berada di samping jalan yang menghubungkan desa dengan kecamatan ataupun kabupaten. Mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah bertani, dan ada juga di antaranya pengrajin Border.
Jadi, yang dimaksud dengan judul di atas ialah suatu penyelidikan tentang kegiatan Guru dan siswa dalam suatu proses pengajaran Bahasa Inggris pada Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara.
B.     Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana pelaksanaan dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris pada Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara?    
2.      Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengajaran Bahasa Inggris pada Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara  tersebut?
C.    Alasan Memilih Judul
Ada beberapa alasan yang mendasari Penulis memilih judul di atas, yaitu:
1.      Mengingat mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa teknologi dan mata pelajaran wajib di Sekolah/Madrasah/Perguruan Tinggi.
2.      Proses pengajaran yang baik akan menentukan keberhasilan suatu pendidikan dan pengajaran di sekolah.
3.      Dalam pengajaran terdapat perubahan yang harus dilalui oleh siswa.
4.      Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan merupakan salah satu Madrasah Tsanawiyah yang menggunakan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagaimana pelajaran wajib bagi siswa.
D.    Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari Rumusan Masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengajaran Bahasa Inggris di kelas VII, VIII, dan IX pada Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara.
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengajaran Bahasa Inggris pada Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara.
E.     Signifikansi Penelitian
Setelah penelitian dilaksanakan diharapkan nantinya berguna:
1.      Sebagai bahan informasi, pertimbangan dan pokok-pokok pikiran bagi penyelenggara pendidikan di sekolah-sekolah dalam rangka meningkatkan proses belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran Bahasa Inggris.
2.      Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman khususnya yang berkenaan dengan masalah yang Penulis bahas.
3.      Sebagai bahan bacaan dan memperkaya perbendaharaan perpustakaan khususnya perpustakaan STAI Rakha Amuntai.
F.     Anggapan Dasar dan Hipotesis
1.      Anggapan Dasar
Keberhasilan dalam suatu pendidikan dapat dilihat dari profesionalisme guru dalam mengajar dan pengajaran di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah dipengaruhi oleh berbagai faktor dan berhasil.
2.      Hipotesis
Berdasarkan Anggapan Dasar di atas, maka dapatlah dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1).   Latar belakang pendidikan guru yang tidak sesuai.
2).   Kurangnya minat siswa.
3).   Cara mengajar guru kurang sesuai silabus.
4).   Sarana dan fasilitas belum memadai.
5).   Lingkungan yang kurang mendukung.

G.      Sistematika Pembahasan
Dalam rangka untuk memudahkan pemahaman terhadap isi Skripsi ini, maka dibuatlah sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama Pendahuluan, yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, alasan memilih judul, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, anggapan dasar dan hipotesis, serta sistematika pembahasan.
Bab kedua Landasan Teoritis, yang berisikan pengertian pelaksanaan dalam proses belajar mengajar Bahasa Inggris di sekolah, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan dalam proses belajar mengajar Bahasa Inggris kelas VII, VIII, dan IX pada Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan.
Bab ketiga Metodologi Penelitian, yang berisikan populasi dan sampel, data, sumber data, teknik pengumpulan data, kerangka dasar penelitian, teknik pengolahan data dan analisis data dan prosedur pelaksanaan penelitian.
Bab keempat Laporan Hasil Penelitian, yang berisikan latar belakang objek, penyajian data dan analisis data.
Bab kelima Penutup, yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.



SUMBER KUTIPAN BAB I

1Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah. (Jakarta; Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2000), hlm.11.

2Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 Tahun 2003.

3Drs.H.Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung; Sinar Baru, 1987), hlm.7.

4Ibid, hlm.8.

5Anton M.Moeliono, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1990), hlm.703.

6Abu Ahmadi, Pendidikan Dari Masa Ke Masa, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.3.

7Ibid, hlm.30.

8Abu Ahmadi, Pendidikan Dari Masa Ke Masa, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2000),  hlm.3.










BAB II
TINJAUAN UMUM TEORITIS

A.    Pengertian Pengajaran Bahasa Inggris
1.      Pengertian Pengajaran
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia pengajaran adalah proses perbuatan, cara mengajar atau yang mengajarkan atau segala sesuatu yang berkenaan dengan perihal mengajar.
Drs. Ahmad Rabbani mendefinisikan pengajaran adalah :
Kegiatan yang mencakup semua/meliputi, yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry-behavior) peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya menilai dan sebagainya.

Selanjutnya pengajaran adalah suatu usaha yang bersifat sadar tujuan dan sistematis dari perubahan tingkah lau yang harus dilalui, tanpa proses itu perubahan tidak mungkin terjadi dan tujuan tidak akan tercapai.
Dari beberapa pengertian pengajaran di atas. Penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengajaran adalah suatu proses penyampaian bahan pengajaran dari seorang guru kepada anak didiknya secara sistematis dan berencana dengan baik agar bahan yang disampaikan itu dapat diterima dan dikuasai oleh anak didiknya sehingga tujuan pengajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan baik dan maksimal.


2.      Pengertian Bahasa Inggris
Bahasa Inggris adalah median komunikasi utama bagi masyarakat di negara Inggris, Amerika Serikat, Australia, New Zealand, Afrika Selatan dan banyak di negara lainnya.
Bahasa Inggris merupakan bahasa resmi dari banyak negara-negara persemakmuran dan dipahami serta dipergunakan secara meluas. Bahasa Inggris dipergunakan lebih banyak negara di dunia dibanding bahasa lain serta dibanding bahasa yang lain kecuali bahasa Cina, bahasa ini juga lebih banyak dipergunakan orang.
Bahasa Inggris termasuk rumpun bahasa-bahasa AngloFrisia pada cabang barat bahasa-bahasa Jerman, dan merupakan sebuah bahasa subfamili dari bahasa-bahasa Indo-Eropa.
Bahasa Inggris hampir mendekati bahasa Frisia, sedikit lebih luas dari bahasa Netherlandic (Belanda-Flemish) dan dialek Jerman tingkat rendah (Plattdeutsch), serta jauh dari bahasa Jerman Moderrn tingkat tinggi.
Bahasa Inggris adalah bahasa Jermanik Barat yang berasalah dari bahasa Inggris. Bahasa ini merupakan kombinasi antara beberapa bahasa lokal yang dipakai oleh orang-orang Norwegia, Denmark, Saxon dan Anglo dari abad ke-6 sampai 10. Lalu pada tahun 1066 dengan ditaklukkan Inggris oleh William the Conqueror, sang penakluk dari Normandia, Perancis Utara, maka bahasa Inggris dengan sangat insentif mulai dipengaruhi oleh bahasa latin.

B.     Macam-macam Metode Pengajaran Bahasa Inggris
Dalam proses belajar mengajar faktor guru merupakan salah satu yang mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan pelajaran yang disajikan. Oleh karena itu, seorang guru dituntut kemampuannya dalam menentukan suatu metode yang akan digunakan dalam penyajian bahan pelajaran kepada peserta didik.
Sebelum membicarakan tentang macam-macam metode yang digunakan dalam pengajaran Bahasa Inggris terlebih dahulu dikemukakan tentang pengertian itu sendiri.
Secara harfiah “metodik” berasal dari kata “metode” (method). Metode berarti suatu cara kerja sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan. Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara. Dengan demikian metode dapat diartikan cara atau jalan khusus yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan yang mencapai tujuan yang ditentukan.
Metode adalah rencana menyeluruh penyajian bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang ditentukan mencakup tujuan, kriteria penelitian dan pengorganisasian materi, bentuk kegiatan belajar mengajar, peran guru, peran siswa dan materi bahan ajar.
Memahami berbagai macam metode pengajaran bahasa secara mendalam akan memberikan pencerahan kepada seorang guru ketika berada secara nyata dalam kelas pelajaran bahasa.
Metode adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Makin tepat metode yang dipergunakan, maka makin objektif pula tercapainya tujuan..
Sedangkan unsur-unsur metode yang baik antara lain :
1.    Dapat menyampaikan ketujuan pengajaran dengan mudah dan singkat.
2.    Mampu membangkitkan perhatian dan mengikutsertakan murid dalam proses belajar mengajar.
3.    Mampu memotivasi berpikir dan bertindak tegas.
4.    Fleksibel.

Sedangkan Abu Dira mengemukakan bahwa metode pengajaran Bahasa Inggris ada 9 macam yaitu :
1.    Metode langsung (Direct Method)
Direct artinya langsung. Direct method atau model langsung yaitu suatu cara menyajikan materi pelajaran bahasa asing di mana guru langsung menggunakan bahasa asing tersebut sebagai bahasa pengantar, dan tanpa menggunakan bahasa anak didik sedikit pun dalam mengajar. Jika ada suatu kata-kata yang sulit dimengerti oleh anak didik, maka guru dapat mengartikan dengan menggunakan alat peraga, mendemonstrasikan, menggambarkan dan lain-lain.
Metode ini berpijak dari pemahaman pengajaran bahasa asing tidak sama halnya dengan mengajar ilmu pasti alam. Jika mengajar ilmu pasti, siswa dituntut agar dapat menghafal rumus-rumus tertentu, berpikir dan mengingat, maka dalam pengajaran bahasa, siswa/anak didik dilatih praktek langsung mengucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu. Sekalipun kata-kata atau kalimat tersebut mula-mula masih asing dan tidak dipahami anak didik, namun sedikit demi sedikit kata-kata dan kalimat itu akan dapat diucapkan dan dapat pula mengartikannya.
Demikian halnya kalau kita perhatikan seorang ibu mengajarkan bahasa kepada anak-anaknya langsung dengan mengajarinya, menuntunnya mengucapkan kata perkata kalimat per kalimat dan anaknya menurutinya meskipun masih terlihat lucu. Misalnya ibunya mengajar “Ayah” maka anak tersebut menyebut “Aah” dan seterusnya. Namun lama kelamaan si anak mengenali kata-kata itu dan akhirnya ia mengerti pula maksudnya.
Pada prinsipnya metode langsung (direct method) ini sangat utama dalam mengajar bahasa asing, karena melaui metode ini siswa dapat langsung melatih kemahiran lidah tanpa menggunakan bahasa ibu (bahasa lingkungannya). Meskipun pada mulanya terlihat sulit anak didik untuk menirukannya, tapi adalah menarik bagi anak didik.
Ciri-ciri metode ini adalah materi pelajaran pertama-tama diberikan kata demi kata, kemudian struktur kalimat Gramatika diajarkan hanya bersifat sambil lalu dan siswa tidak dituntut menghafal rumus-rumus gramatika, tapi yang utama adalah siswa mampu mengucapkan bahasa secara baik.
Dalam proses pengajaran senantiasa menggunakan alat bantu (alat peraga) baik berupa alat peraga langsung, tidak langsung (benda tiruan) maupun peragaan melalui simbol-simbol atau gerakan-gerakan tertentu.
Setelah masuk kelas, siswa atau anak didik benar-benar dikondisikan untuk menerima dan bercakap-cakap dalam bahasa asing, dan dilarang menggunakan bahasa lain.
Kebaikan metode langsugn (Direct) adalah metode ini dilihat dari segi efektivitas memiliki keunggulan antara lain siswa termotivasi untuk dapat menyebutkan dan mengerti kata-kata kalimat dalam bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya, apalagi guru menggunakan alat  peraga dan macam-macam media yang menyenangkan.
Karena metode ini biasanya guru mula-mula mengajarkan kata-kata dan kalimat-kalimat sederhana yang dapat dimengerti dan diketahui oleh siswa dalam bahasa sehari-hari misalnya (pena, pensil, bangku, meja dan lain-lain), maka siswa dapat dengan mudah menangkap simbol-simbol bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya.
Metode ini relatif banyak menggunakan berbagai macam alat peraga apakah video, film, radio kaset, tape recorder dan berbagai media/alat peraga yang dibuat sendiri, maka metode ini menarik minat siswa, karena sudah merasa senang/tertarik, maka pelajaran terasa tidak sulit.
Siswa memperoleh pengalaman langsung dan praktis, sekalipun mula-mula kalimat yang diucapkan itu belum dimengerti dan dipahami sepenuhnya. Alat ucap/lidah siswa anak didik terlatih dan jika menerima ucapan-ucapan yang semula sering terdengar dan terucapkan.
Kekurangan metode langsung (direct) adalah pengajaran dapat menjadi pasif, jika guru tidak dapat  memotivasi siswa, bahkan mungkin sekali siswa merasa jenuh dan merasa dongkol karena kata-kata dan kalimat yang dituturkan gurunya itu tidak pernah dapat dimengerti, karena memang guru hanya menggunakan bahasa asing tanpa tanpa diterjemahkan ke dalam bahasa anak.
Pada tingkat-tingkat permulaan kelihatannya metode ini terasa sulit diterapkan, karena siswa belum memiliki bahan (perbendaharaan kata) yang sudah dimengerti. Meskipun pada dasarnya metode ini guru tidak boleh menggunakan bahasa sehari-hari dalam menyampaikan bahan pelajaran bahasaasing tapai pada kenyataannya tidak selalu konsisten demikian, guru terpaksa misalnya menterjemahkan kata-kata sulit bahasa asing itu ke dalam bahasa anak didik.
Metode ini sebenarnya tepat sekali digunakan pada tingkat permulaan  maupun atas karena siswa merasa telah memiliki bahan untuk bercakap-cakap/berbicara dan tentu saja agar siswa betul-betul merasa tertantang untuk bercakap/berkomunikasi maka sanksi-sanksi fapat diterapkan bagi mereka yang menggunakan bahasa sehari-hari.
2.    Metode Berlitz
Metode Berlitz (Berlitz Method) adalah metode langsung (Direct Methode) ini dalam pengajaran bahasa asing-asing di sekolahnya dan banyak lagi sekolah-sekolah lain di Amerika dan Eropa yang secara rutin menerapkan metode ini.
Mereka telah yakin inilah yang paling cocok dan paling berhasil untuk pengajaran bahasa asing agar lebih serasi dan mencapai kemampuan aktif berbahasa asing.
Karena itu metode langsung disebut juga dengan metode Berlitz, sebab sekolah-sekolah berlitz lebih banyak mempopolerkan pemakaian metode ini secara kontinu dan mereka ternyata memang berhasil sangat baik.
3.    Metode alami (Natural Method)
Metode alami (Natural Method) disebut demikian karena dalam proses belajar, siswa dibawa ke alam seperti halnya pelajaran bahasa itu sendiri.
Dalam pelaksanaannya metode ini tidak jauh berbeda dengan metode langsung (direct) dimana guru menyajikan materi pelajaran langsung dalam bahasa asing tanpa diterjemahkan sedikitpun, kecuali dalam hal-hal tertentu di mana kamus dan bahasa anak didik dapat digunakan.
Ciri Metode natural antara lain : urutan pelajaran mula-mula diberikan melalui menyimak/ mendengarkan (listening) baru kemudian percakapan (speaking), membaca (reading) menulis atau (writing) terakhir baru gramatika.
Pelajaran disajikan mula-mula memperkenalkan kata-kata yang sederhana yang telah diketahui anak didik, kemudian memperkenalkan benda-benda mulai dari benda-benda yang ada dalam kelas, di rumah dan di luar kelas, bahkan mengenai luar negeri atau negara-negara asing.
Alat peraga dan kamus yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu sangat diperlukan, misalnya untuk menjelaskan dan mengartikan kata-kata sulit dalambahasa asing dan memperbanyak perbendaharaan kata-kata sulit dalam bahasa asing.
Oleh karena kemampuan dan kelancaran membaca dan bercakap-cakap sangat diutamakan dalam metode ini maka pelajarna gramatika (tata bahasa) kurang diperhatikan.
Kebaikan metode ini antara lain : pada tingkat lanjutan metode ini sangat efektif, karena setiap individu siswa dibawa ke dalam suasana lingkungan sesungguhnya untuk aktif mendengarkan dan menggunakan percakapan dalam bahasa asing. Pengajaran membaca dan bercakap- cakap dalam bahasa asing sangat diutamakan, sedangkan pelajaran gramatika diajarkan sewaktu-waktu saja pengajaran menjadi bermakna dan mudah diserap oleh siswa, karena setiap kata dan kalimat yang diajarkan memiliki konteks (hubungan) dengan dunia (kehidupan sehari-hari) siswa/anak didik.
Kekurangan metode ini antara lain : siswa merasa kesulitan belajar apabila belum memiliki bekal dasar bahasa asing terutama pada tingkat-tingkat pemula, sehingga penggunaan/pemakaian bahasa asli siswa tidak dapat terhindari. dengan demikian tujun semua dari metode ini untuk membaca dan bercakap-cakap selalu dalam bahasa asing sulit diterapkan, tapi harus diterapkan secara konsisten.
Pada umumnya anak didik dan guru bersikap tradisional mengutamakan gramatikal lebih dahulu daripada membaca dan percakapan sesuatu hal yang salah secara alamiah yang amat perlu diubah.
Pada umumnya pengajaran bahasa asing di sekolah-sekolah kita sangat terasa kekurangan macam-macam media/ alat peraga yang diperlukan, yang seyogyanya para guru harus aktif meembuatnya.
Guru yang kurang memiliki kemampuan dan pengalaman praktis dalam berbahasa asing merupakan faktor sulitnya diterapkan dan berhasil secara baik metode tersebut. Guru haruslah seorang yang aktif di dalam bahasa asing tersebut, barulah murid-muridnya akan mampu pula aktif di dalam belajar (praktek) bahasa.
4.    Metode Percakapan (conversation Method)
Metode percakapan yaitu mengajarkan bahasa asing, bahasa Inggris atau bahasa-bahasa lainnya yang cara langsung mengajak murid-murid bercakap-cakap/berbicara di dalam bahasa asing yang sedang diajarkan ini. Tentunya dimulai dengan kata-kata atau kalimat-kalimat atau ungkapan-ungkapan yang biasa berlaku pada kegiatan-kegiatan sehari-hari, seperti : Good morning, How are you?, What are you doing? Can speak you English? Dan sebagainya atau kalimat-kalimat percakapan di dalam kelas di sekitar sekolah, si rumah di kantor dan sebagainya, semakin lama semakin meluas dan beragam.
Yang namanya berbahasa itu ialah berbicara (sebagai pungsi pokok bahasa, peran kedua barulah membaca/memahami tulisan dan buku.
Jadi fungsi utama belajar bahasa asing itu ialah kemampuan berbahasa aktif, berkomunikasi lisan atau bercakap-cakap. Itulah tujuan utama atau target pokok mempelajari bahasa asing, disusul dengan kemampuan membaca dan memahami atau penguasaan pasif.
Oleh karena itu, metode utama dan pertama di dalam kegiatan belajar mengajar bahasa asing itu semestinya adalah Metode Percakapan (Conversation Method). Metode ini disejalankan dengan Direct Method dan Natural Method, yang pelaksanaannya dengan menerakan fungsi dan prinsip-prinsip ketentuan dari tiap-tiap metode ini.
Di negara-negara maju seperti AS dan Eropa, orang yang menerapkan ketiga metode ini sebagai praktek utama ditambah lagi dengan alat peraga/audio visual aids yang mencukupi dan serasi sehingga dalam waktu satu semester telah mampu mengunjungi negara dari bahasa bangsa yang telah dipelajari, belajar dan praktek selama 1 tahun telah langsung mampu menulis disertai di dalam bahasa asing tersebut.
Jadi disamping metodenya yang serasi, medianya dan buku-buku yang lengkap, gurunya punya kapibilitas tinggi, muridnya pun perlu sungguh-sunguh belajar serta cerdas. Tanpa keempat syarat tersebut terpenuhi maka orang bertahun-tahun bahkan belasan tahun belajar bahasa asing.
5.    Metode Phonetic (Mendengarkan dan Mengucapkan)
Metode ini mengutamakan ear training dan speak training yaitu cara menyajikan pelajaran bahasa asing melalui latihan-latihan mendengarkan kemudian diikuti dengan latihan-latihan mengucapkan kata-kata dan kalimat dalam bahasa asing yang sedang dipelajari.
Metode phonetic ini dapat dikatakan gabungan dari dua metode Natural dan Reading di atas. Dimana mula-mula menurut metode ini pelajaran dimulai dengan latihan-latihan mendengarkan kemudian diikuti dengan latihan-latihan mengucapkan kata-kata atau kaimat-kalimat dalam bahasa asing. Kemudian disusul latihan-latihan membaca. (reading and conversation).
Langkah-langkah pelaksanaan metode ini dapat dilakukan : guru membacakan bacaan-bacaan berupa radio kaset/video, siswa mendengarkan dan memperhatikan baik-baik acara bacaan ini dengan cermat, serius (tidak ada yang memeperhatikan baik-baik acara bacaan ini dengan cermat, serius (tidak ada yang main-main saat pembacaan itu), siswa harus memperhatikan betul langgam dan intonasi serta gerak-gerik bentuk mimik tertentu dalam bacaan.
Seri-seri dalam bacaan itu hendaknya sedemikian rupa sehingga menjadi bahan bacaan yang sempurna/berkelanjutan.
Guru dapat menghentikan seri-seri tertentu jika seri pelajaran tersebut dianggap selesai dan dikuasai oleh anak didik, kemudian dapat dilanjutkan pada session/seri berikutnya.
Setelah  pelajaran membaca selesai, maka latihan percakapan dapat dilakukan. Misalnya percakapan-percakapan yang sifatnya mula-mula sederhana, setelah itu menuju pada percakapan yang kompleks/lebih sulit.
Untuk memperjelas ucapan dan percakapan, maka metode ini  dianjurkan untuk menggunakan alat peraga/media pengajaran..
Pada setiap akhir materi pelajaran, guru hendaknya memberikan latihan-latihan praktis membaca dan latihan bercakap-cakap pada masing-masing anak didik, dan jangan lupa guru dapat memberikan berbagai catatan-catatan khusus, kesimpulan-kesimpulan dan juga nasihat-nasihat berupa dorongan (memberi motivasi bagi anak didik) supaya belajar sungguh-sungguh, rajin dan rutin tiap hari latihan (PR).
Kebaikan-kebaikan metode phonetic : metode ini mengajarkan kemampuan anak didik dengan lancar dan fasih sekaligus kemampuan percakapan, banyak latihan-latihan dialog dan menulis (dikte) siswa menyimak kesalahan bacaan dan percakapan dari guru teman sekelasnya, untuk kemudian diubah dan diperbaiki letak-letak kesalahannya itu.
Kekurangan-kekurangan metode phonetic : metode ini memerlukan kesungguhan dan keahlian (profesional) dari pihak guru, disamping perencanaan waktu yang harus matang.
Pada tingkat-tingkat pemula (pertama) metode in masih sulit diterapkan, terutama bagi anak-anak yang belum memiliki bekal (basic) bahasa asing yang cukup memadai, sebab itu perlu memotivasi murid dan mengajar secara komunikatif.
Kalau seri-seri pelajaran tidak disusun dan direncanakan sedemikian rupa, maka pelajaran dan penugasan materi bagi siswa menjadi mengambang misalnya materi pelajaran membaca diberikan sedikit, juga percakapan pun serba tanggung. Oleh sebab itu  pengaturan waktu dan materi hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga keduanya dikuasai.
6.    Metode Practise – Theory
Metode ini sesuai dengan namanya, lebih menenkankan pada kemampuan praktis dari teori. Perbandingan dapat berupa 7 unit materi yang bersifat teoritis. Belajar bahasa asing lebih dulu dan mengutamakan praktek, lalu diiringi dengan teori (tata bahasa)
Jadi di sini yang dipentingkan adalah bagaiman siswa/anak dapat mampu berbahasa asing itu secara praktis bukan teoritis. Oleh sebab itu pengajaran harus diarahkan pada kemampuan komunikatif atau percakapan, sedangkan gramatika dapat diajarkan sambil lalu saja.
Pada tingkat-tingkat awal materi pelajaran praktis dapat dipilih dan diterapkan pada hal-hal yang sederhana, apakah itu lewat percakapan sehari-hari yang ada hubungannya dengan dunia sekolah anak didik atau lingkungan rumah tangga dan masyarakat lebih luas atau dapat pula menyebutkan rincian nama-nama dan kata kera sebagai dasar pembentukan bahasa percakapan.
Sedangkan pada tingkat lanjutan atas materi pelajaran dikembangkan lebih luas dan kompleks melalui percakapan teoritis dan penalaran ilmiah.
Kelebihan-kelebihan Metode Practise – Theory : siswa memperoleh keterampilan langsung  atau praktis dalam berbahasa asing. Siswa merasa tidak dipusingkan oleh aturan-aturan atau kaidah-kaidah gramatikal karena pelajaran gramatikal hanya diajarkan sambil lalu, sebagai penajaman pemahaman pengajaran dapat dinamis (hidup) dan menyenangkan, apalagi sesekali guru dapat menyelingi dengan percakapan lucu dan media peragaan yang menarik. Paling sesuai dengan alamiah tujuan pengajaran bahasa : yang disebut berbahasa itu ialah berbicara, berkomunikasi lisan
Kekurangan-kekurangan Metode Practise Theory : memerlukan guru yang betul-betul mahir da aktif berbahasa asing pada tingkat-tingkat dasar (awal) metode ini masih sulit diterapkan karena perbendaharaan kata dan bahasa anak didik masih terbatas, bahkan terasa kaku. Guru harus memperbanyak menghafalkan pola-pola kalimat yang baik kepada murid-murid. Pada umumnya kemampuan aplikatif bahasa asing anak didik sangat ditentukan oleh faktor motivasi dari pihak guru disamping gaya dan simpatik kepribadian guru. Dan ini jarang dimiliki dalam suatu pribadi guru. Guru perlu sering memotivasi anak didik disela-sela mengajar bahasa asing.
Kekurangan media peraga sebagai penguat persepsi dan ingata dapat merupakan sisi lain kekurangan metode ini.
7.    Metode Membaca
Metode membaca (Reading Method) yaitu menyajikan materi pelajaran dengan cara lebih dulu mengutamakan membaca, yakni guru mula-mula membacakan topik-topik bacaan, kemudian diikuti oleh siswa anak didik. Tapi kadang-kadang guru dapat menunjuk langsung anak didik untuk membacakan pelajaran tertentu lebih dulu, dan tentu siswa lain memperhatikan dan mengikutinya.
Teknik metode membaca (Reading Method) ini dapat dilakukan dengan cara guru langsung membacakan materi pelajaran dan siswa disuruh memperhatikan/mendengarkan bacaan-bacaan gurunya dengan baik, setelah itu guru menunjuk salah satu diantara siswa untuk membacakannya dengan jalan berganti-ganati (bergiliran).
Setelah masing-masing mendapat giliran membaca, maka guru mengulangi bacaan itu sekali lagi dengan diikuti oleh semua siswa. Hal ini terutama pada tingkat-tingkat pertama, lalu kemudian guru mencatat kata-kata sulit atau baru yang belum diketahui siswa di papan tulis untuk dicatat di buku catatan untuk memperkaya perbendaharaan kata-kata dan begitulah selanjutnya, hingga selesai topik-topik yang telah ditetapkan/ditentukan.
Kebaikan Metode Reading/membaca : jika dibandingkan dengan metode-metode lain, maka metode ini memiliki segi kelebihan/kebaikan-kebaikan antara lain yaitu siswa dapat menggunakan intonasi bacaan asing sesuai dengan kaidah membaca yang benar. Tentu saja dengan pelajaran membaca tersebut siswa diharapkan mampu pula menerjemahkan kata-kata atau memahami kalimat-kalimat bahasa asing yang diajarkan, dengan demikian pengetahuan dan penguasaan bahasa anak menjadi utuh.
Kekurangan metode Reading/membaca : pada metode ini, untuk tingkat-tingkat pemula terasa agak sukar diterapkan, karena siswa masing sangat asing untuk membiasakan lidahnya, sehingga kadang-kadang harus terpaksa untuk berkali-berkali menuntun dan mengulang-ulang kata dan kalimat yang sulit ditiru oleh lidah siswa yang bukan dari bahasa asing yang sedang diajarkan. Dan dengan demikian metode ini relatif banyak menyita waktu.
Dilihat dari segi penugasan bahasa, metode reading lebih menitik beratkan pada kemapuan siswa untuk mengucapkan/melafalkan kata-kata dalam kalimat-kalimat bahasa asing dan lancar. Adapun arti dan makna kata dan kalimat kadang-kadang kurang diutamakan. Hal ini dapat berarti pengajaran terlalu bersifat Verbalisme. Pengajaran sering terasa membosankan, terutama apabila guru yang mengajarkan tidak simpatik/metode diterapkan secara tidak menarik bagi siswa. Dari segi suarapun kadang-kadang cukup menjenuhkan karena masing-masing guru dan siswa terus menerus membaca topik-topik pelajaran. Oleh karena metode ini memiliki segi kekurangan yang berarti, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
Perkembangan dan kemampuan siswa pada tingkat tertentu. Pilih topik dan materi pelajaran yang menarik bagi para siswa yang sesuai dengan keinginan jiwa mereka mengartikan. Menerjemahkan kata-kata atau kalimat-kalimat yang belum dimengerti/dipahami siswa dalam bacaan-bacaan tersebut.
Pada umumnya alat peraga/media pengajaran berupa pengeras suara, radio tape/kaset, video dan alat-alat sejenisnya sangat membantu mempercepat/memperlambat lidah bacaan siswa. Disamping itu dengan alat peraga, pengajaran menjadi menarik dan tidak membosankan.
Buku-buku bacaan dapat dipilih dan disusun sedemikian rupa hingga menarik/menyenangkan siswa. Pada umumnya bacaan berupa novel, cerpen (cerita-cerita), pepatah, hikmah-hikmah dalam bahasa asing, ilmu pengetahuan dan lain-lain sangat menarik untuk bahan bacaan, terutama pada tingkat-tingkat pemula; pada tingkat-tingkat lanjutan bacaan-bacaan dapat diarahkan pada yang bersifat ilmiah/pemikiran.
8.    Metode Bicara Lisan (Oral Method)
Metode ini adalah hampir sama dengan metode phonetic dan reform method, tetapi pada oral method adalah menitik beratkan pada latihan-latihan lisan atau penuturan-penuturan dengan mulut. Melatih untuk bisa lancar berbicara (fluently), keserasian dan spontanitas
Melatih lisan/mulut agar pengucapan bahasa asing itu bisa tepat bunyi, tidak kedengaran janggal. Latihan-latihan sistem bunyi melalui bibir, melatih tepatnya keluarnya huruf-huruf kerongkongan, huruf-huruf  di ujung atau di pangkal lidah dan sebagainya.
Latihan-latihan menyusun kata-kata membuat kalimat sendiri dansebagainya, semua dilakukan dengan mengaktifkan bicara lisan, oral speaking.
Target yang hendak dicapai melalui metode ini ialah kemampuan dan kelancaran berbahasa lisan atau berkomunikasi langsung sebagai fungsi utama bahasa.
Prinsip metode ini ialah : Teach the langguage, don’t teach only about the langguage, metode praktek pola-pola kalimat (Pattern-Practise Method).
9.    Metode Praktek Pola-pola Kalimat (Pattern-Practise Method)
Penerapan terpenting metode ini ialah dengan melatih murid-murid secara praktek langsung mengucapkan pola-pola kalimat yang sudah tersusun baik betul, atau mengerjakan sebagaimana yang dimaksud oleh pola kalimat tersebut.
Jadi pola-pola kalimat yang mengandung arti, telah lebih duludisediakan atau disusun secara serasi dari yang mudah, secara berangsur-angsur sampai sulit, dan bahan perbendaharaan kata-kata yang sederhana sampai yang rumit. Murid-murid memang harus aktif mengucapkan, melakukan sampai menjadi kebiasaan, sehingga menghayati pola-pola kalimat tersebut sampai membudaya.
C.    Peranan Guru
Banyak peranan yang diperlukan dari gur sebagai pendidik atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Senua peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan di bawah in :
1.    Korektor
Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda itu harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat di mana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus guru singkirkan dari  jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti gutu telah mengabaikan peranannya sebagai korektor yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan. Sebab tidak jarang di luar sekolah anak didik justru lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral sosial, dan agama yang hidup di masyarakat. Lepas dari pengawasan guru dan kurangnya pengertian anak didik terhadap perbedaan nilai kehidupan menyebabkan anak didik mudah larut di dalamnya.
2.    Inspirator
Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolah dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalamanpun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi oleh anak didik.
3.    Informator
Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahn informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.
4.    Organisator
Sebagai organisator adalah sisi alin dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik.
5.    Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurunkan prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara anak didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik. Penganekaragaman cara belajar memberikan penguatan dan sebagainya. Juga dapat memberikan motivasi pada anak didik untuk lebih bergairah dalambelajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
6.    Inisiator
Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemampuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus dierbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbarui sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi abad ini. Guru harus menjadikan dunia pendidikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu. Bahkan mengikuti kemajuan terus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi bagi kemajuan pendidikan dan pengajaran.
7.    Fasilitator
Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan  anak didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
8.    Pembimbing
Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kekurangmampuan anak didik menyebabkan lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Tetapi semakin dewasa, ketergantungan anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimana juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri.
9.    Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus berusaha dengan membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan degna pemahaman anak didik, tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan pengajaran pun dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
10.     Pengelola Kelas
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjuang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kela yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Anak didik tidak mustahil akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama di kelas. Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses interaksi edukatif. Kelas yang terlalu padat dengan anak didik, pertukaran udar kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas belajar agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Jadi, maksud dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya
11.     Mediator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmateril maupun materil. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Keterampilan menggunakan semua media itu diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan pengajaran. Sebagai mediator, guru dapat diartikan sebagai penengah dalam proses belajar anak didik. Dalam diskusi, guru dapat berperan dalam proses belajar anak didik. Dalam diskusi, guru dapat berperan sebagai penengah, sebagai pengatur lalu lintas jalannya diskusi. Kemacetan jalannya diskusi akibat anak didik kurang mampu mencari jalan keluar dari pemecahan masalahnya, dapat guru tengahi,bagaimana menganalisis permasalahan agar dapat diselesaikan. Guru sebagai mediator dapat juga diartikan penyedia media.
12.     Supervisor
Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar agar menjadi lebih baik. Untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor bukan hanya karena posisi atau kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan yang dimilikinya atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol daripada orang-orang yang disupervisinya. Dengan semua kelebihan yang dimiliki. Ia dapat melihat, memilai atau mengadakan pengawasan terhadap orang atau sesuatu yang disupervisi.
13.     Evaluator
Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values). Berdasarkan hal ini. Guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang lebih luas. Penialaian terhadap kepribadian anak didik tentu lebih dutamakan daripada penilaian terhadap jawaban anak didik ketika diberikan tes. Anak didkk yang berprestasi baik, belum tentu memiliki kepribadian yang baik. Jadi, penilaian itu pada hakikatnya diarahkan kepada perubahan anak didik agar menjadi manusia susila yang lebih cakap.
Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan mendapatkan umpan balik (frrdback) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan.

D.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengajaran Bahasa Inggris
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengajaran bahasa Inggris ada empat, yaitu :
1.      Faktor Guru
Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Dianne Lapp, dkk. (1975 : 1) menamakan pola umum tingkah laku mengajar yang dimiliki guru dengan istilah “Gaya Mengajar atau Teaching Style”. Gaya mengajar ini mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan.
2.      Faktor Siswa
Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Kecakapan yang dimiliki masing-masing siswa itu meliputi kecakapan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan; maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar. Adapun yang dimaksud dengan kepribadian dalam tulisan ini adalah ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh individu yang bersifat menonjol, yang membedakan dirinya dari orang lain. (Hall & Linsey, 1981 : 9). Keragaman dalam kecakapan dan kepribadian ini dapat mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.

3.      Faktor Kurikulum
Secara sederhana arti kurikulum dalam kajian ini menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pola interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Bahan pelajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai. Demikian pula pola interaksi guru-siswa. Oleh sebab itu, tujuan yang hendak dicapai itu secara khusus menggambarkan bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai siswa melalui proses belajar yang beraneka ragam. Dengan demikian, baik bahan maupun pola interkasi guru-siswa pun beraneka ragam pula. Hal ini dapat menimbulkan situasai yang bervariasi dalam proses belajar mengajar.
4.      Faktor Lingkungan
Novak dan Gowin (1984 : 6) mengistilahkan lingkungan fisik tempat belajar dengan istilah “Millieu”, yang berarti konteks terjadinya pengalaman belajar. Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada disekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Lingkungan ini pun dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi situasi belajar.
Sehubungan dengan keempat faktor yang telah disebutkan di atas, guru memegang peranan penting dalam menciptakan situasi, sehingga proses belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berbagai macam perubahan yang terjadi, yang disebabkan oleh keempat Faktor tersebut sepatutnya dapat terbaca oleh guru, sehingga dia dapat menyesuaikan pola interaksinya dengan siswa sesuai dengan situasi yang dihadapi itu.
Menurut Stone dan Nielson (1982 : 11), balikan mempunyai fungsi untuk membantu siswa memelihara minat dan antusias siswa dalam melaksanakan tugas belajar. Salah satu alas an yang dikemukakan adalah, bahwa belajar itu ditandai oleh adanya keberhasilan dan kegagalan. Bila hal ini diketahui oleh siswa, akan membawa dampak berupa hadiah atau hukuman. Keberhasilan berdampak hadiah (reward) dan kegagalan bedampak hukuman (punishment). Suatu hadiah sebagai dampak dari keberhasilan yang dicapai dapat menjadi penguat (reinforcement) terhadap hasil belajar; sedangkan suatu hukuman sebagai dampak dari kegagalan dapat menghilangkan (extinction) tingkah laku yang tidak diinginkan. Dengan memperoleh hadiah tersebut individu akan merasakan suatu insenif yang dapat memberikan rangsangan dan moivasi baru dalam belajar. Sedangkan dengan hukuman menyebabkan individu tidak mengulangi kegagalan yang dibuatnya. Itu sebabnya, maka dalam proses belajar mengajar, balikan sangat penting artinya bagi siswa dalam belajar.
Upaya memberikan balikan harus dilakukan secara terus menerus. Dengan demikian, minat dan antusias siswa dalam belajar selalu terpelihara. Upaya itu dapat dilakukan dengan jalan melakukan evaluasi. Hasil evaluasi itu sendiri harus diberitahukan kepada siswa yang bersangkutan, sehingga mereka dapat mengetahui letak keberhasilan dan kegagalannya. Evaluasi yang demikian benar-benar berfungsi sebagai balikan, baik bagi guru maupun bagi siswa.
Di dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan yang bertalian dengan jawaban terhadap suatu pertanyaan, yakni bagaimana menyelenggarakan pengajaran yang dapat mengantarkan siswa menapai tujuan yang direncanakan. Pertanyaan tersebut menuntun kepada terpenuhinya berbagai persyaratan yang perlu dimiliki oleh seorang guru, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan berhasil. Persyaratan-persyaratan itu meliputi :
1.    Penugasan materi pelajaran
Materi pelajaran merupakan isi pengajaran yang dibawakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sulit dibayangkan, bila seorang guru mengajar tanpa menguasai materi pelajaran. Bahkan lebih dari itu, agar dapat mencapai hasil yang lebih baik, guru perlu menguasai bukan hanya sekedar materi tertentu yang merupakan bagiandari suatu mata pelajaran (subject matter) saja; tetapi penguasaan yang lebih luas terhadap materi itu sendiri dapat menuntun hasil yang lebih baik.
Penguasaan materi secara baik yang menjadi bagian dari kemampuan guru, biasanya merupakan tuntunan pertama dalam profesi keguruan. Namun seberapa banyak materi harus dikuasai belum ada tolok ukurnya. Dalam praktek sering kali dapat dirasakan atau diperoleh kesan tentang luas tidaknya penguasaan materi yang dimiliki guru. Namun itu pun bukan merupakan ukuran yang bersifat pasti. Sebab, masih banyak faktor yang berpengaruh terhadap pengaaran selain dari itu. Jadi, yang menjadi ketentuan adalah bahwa guru harus menguasai apa yang akan diajarkan agar dapat member pengaruh terhadap pengalaman belajar yang berarti kepada siswa.
2.    Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologi
Prinsip-prinsip psikologi yang biasanya merupakan hasil penelitian para ahli, menjelaskan kepada kita tentang tingkah laku manusia dalam berbagai konteks. Mengajar pada intinya bertalian dengan proses mengubah tingkah laku. Agar memperoleh hasil yang diinginkan secara baik, perlu menerapkan prinsip-prinsip psikologi, terutama yang bekaitan dengan belajar.
Disamping itu, para ahli baik ahli pendidikan maupun ahli psikologi mengakui tentang adanya perbedaan individual yang dimiliki oleh setiap individu. Perbedaan-perbedaan itu meliputi kecerdasan, bakat, minat, sikap, harapan dan aspek-aspek kepribadian lainnya. Perbedaan ini dapat member pengaruh terhadap hasil belajar. Dengan berpegang kepada prinsip perbedaan individual ini guru dapat mencari strategi belajar mengajar yang tepat, agar proses belajar mengajar yang dilaksanakan mencapai hasil yang optimal.
3.    Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar
Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar merupakan salah satu persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini memerlukan suau landasan konseptual dan pengalaman praktek. Itu sebabnya maka di lembaga-lembaga pendidikan yang mendidik calon guru, menyiapkan para calon guru dengan memberikan bekal-bekal teoritis dan pengalaman praktek kependidikan. Bekal teoritis meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dapat menunjang pemahaman mengenai teori dan konsep belajar mengajar. Sedangkan bekal praktis diperoleh melalui kegiatan pengamatan terhadap guru dalam mengajar serta melakukan praktek. Hal ini dimaksudkan agar mereka mengenal dan mengalami situasi “nyata” dalam pelaksanaan pengajaran.
Mengajar dalam prakteknya merupakan suatu proses penciptaan lingkungan, baik dilakukan guru maupun siswa agar terjadi proses belajar. Penciptaan lingkungan meliputi juga penataan nilai-nilai dan kepercayaan yang akan diupayakan untuk dicapai. Agar penataan ini mencapai hasil yang optimal, guru harus memahami berbagai konsep dan teori yang bertalian dengan proses belajar mengajar. Selanjutnya pemahaman tentang hal ini dapat dipraktekkan dalam kegiatan praktis.
Para ahli seperti halnya Joice dan Weil (1980) telah memberikan sumbangan besar dalam dunia pengajaran dengan menggunakan hasil pengenalannya terhadap berbagai model mengajar. Model-model yang dikemukakannya itu pada dasarnya bermaksud untuk mengupayakan terciptanya lingkungan sebagaimana dimaksudkan di atas. Hal ini didasarkan atas asumsi, bahwa mengajar yang bertujuan tidak dapat dilaksanakan dengan cara yang “begitu-begitu saja” dari waktu ke waktu dan untuk mencapai tujuan apapun. Setiap proses mengajar menuntut upaya pencapaian suatu tujuan tertetu. Setiap tujuan menuntut pula suatu model “bimbingan” untuk terciptanya situasi belajar tertentu pula. Oleh karena itu, kemampuan seorang guru meliputi juga kemampuan memilih suatu model mengajar yang diperkirakan sesuai untuk memberikan bantuan dalam membimbing belajar siswanya. Untuk dapat mencapai maksud tersebut guru terlebih dahulu harus memahami berbagai model mengajar secara teoritis, untuk selanjutnya dapat memilih model-model tertentu yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh siswa.
4.    Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi baru
Secara formal maupun professional tugas guru seringkali menghadapi berbagai permasalahan yang imbul akibat adanya berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tugas profesionalnya. Perubahan dalam bidang kurikulum, pembaharuan dalam system pengajaran, serta anjuran-anjuran dari “atas” untuk menerapkan konsep-konsep “baru” dalam pelaksanaan tugas, seperti CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), sisten belajar tuntas, system evaluasi dan sebagainya seringkali mengejutkan. Hal ini membawa dampak kebingungan para guru dalam melaksanakan tugas. Kebingungan tersebut diantaranya diakibatkan oleh kurangnya persiapan guru menerima berbagai pembaharuan. Dampak yang terjadi adalah ketidak mampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, sehingga muncul berbagai sikap yang idak mendukung pembaharuan.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai pembaharuan pada dasarnya muncul seiring dengan adanya sikap positif untuk mau meningkatkan diri dalam karir profesionalnya. Sikap ini dapat muncul jika guru memiliki kecakapan yang memadai mengenai hal-hal yang bertalian dengan proses belajar mengajar, sehingga perubahan yang terjadi dilingkungan profesinya tidak terlalu mengejutkan, bahkan guru bersangkutan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan atau situasi baru yang dihadapi.















SUMBER KUTIPAN BAB II

1Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta; PT balai Pustaka, 2007), hlm.90.

2Dr. Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta; Bulan Bintang, 1980), hlm.16.

3Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1997), hlm.5.

4Drs.H.Mohammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (PT. Al-Gensindo, 2004), hlm.5.

5Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta; PT. Rineka Cipta, 2008), hlm.43.

6AG. Bambang Setiadi, Pengajaran Bahasa Inggris (Teaching English As a Foreighn Languange, (PT. Graha Ilmu, 2002), hlm.31.

7W.. James Popham dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, (Jakarta; PT. Rineka Cipta, 2002), hlm.6.

8M. Soenardi Djiwandono, Bahasa Dalam Pengajaran. (Bandung; ITB Bandung, 1996), hlm.20.

9David P. Harris, English As A Second Language. (New York; Mc Graw-Hill Book Company, 1969), hlm.9.

10Marry Finnoc Hiarho and Sydney Sako, Foreign Language. (New York; Regents Publishing Company, 1983), hlm.35.

11Ngalim Purwanto, Metode-Metode Pengajaran. (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm.65.

12M. Soenardi Djiwandono, Bahasa Dalam Pengajaran. (Bandung; ITB Bandung, 1996), hlm.20.




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sasaran menjadi objek penelitian yaitu :
1.      Seluruh guru bahasa Inggris kelas VII MTs Al-Hidayah Sungai Tabukan Utara yang berjumlah  2 orang.
2.      Seluruh siswa kelas VII MTs Al-Hidayah Sungai Tabukan yang berjumlah siswanya  140 orang. Yang sebenarnya dapat dilihat pada tabel berikut :
TABEL 1
JUMAH SISWA KELAS VII MTs AL-HIDAYAH SUNGAI TABUKAN KECAMATAN SUNGAI TABUKAN
KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

No
Kelas
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
2
3
VII
VIII
IX
17
21
21
29
21
31
46
42
52
Jumlah
140


2.      Sampel

44
 
Mengingat jumlah populasi yang cukup banyak, maka untuk terpusatnya penelitian ini hanya diambil sebagian saja dari populasi yang dianggap representative, yaitu kelas VII, VIII, dan IX yang masing-masing berjumlah 46, 42, dan 52 siswa. Jumlah sampel siswa seluruh adalah 74 orang siswa, siswa seperti pada tabel 2. Sedangkan guru tidak ditarik sampel, karena jumlahnya sedikit, yaitu hanya 2 orang.
Jadi sampel yang diambil berjumlah 74 orang. Untuk lebih jelasnya tentang jumlah sampel yang diambil dapat dilihat pada rincian dalam tabel di bawah ini:
TABEL 2
JUMLAH SAMPEL SISWA MTs AL-HIDAYAH SUNGAI TABUKAN KECAMATAN SUNGAI TABUKAN
KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

No.
Kelas
Jumlah Siswa
Sampel
1
2
3
VII
VIII
IX
46
42
52
23
23
28


B.     Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
1.      Data
Data yang digali dalam penelitian ini terdiri dari data pokok dan data penunjang yaitu :
a.       Data Pokok
1)      Data tentang pelaksanaan pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara meliputi:
a)      Keaktifan siswa dalam mengikuti pengajaran Bahasa Inggris.
b)      Persepsi siswa terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
c)      Perhatian orang tua.
2)      Data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris, adalah faktor intern dan ekstern, antara lain :
a.       Latar belakang pendidikan guru.
b.      Kurangnya minat siswa.
c.       Gaya mengajar guru kurang sesuai silabus.
d.      Sarana dan fasilitas belum memadai.
e.       Lingkungan kurang mendukung.
b.      Data Penunjang
Data penunjang yang berkaitan dengan gambaran umum lokasi penelitian yang terdiri dari:
a.       Keadaan Sekolah
b.      Keadaan/jumlah guru, karyawan dan siswa
c.       Keadaan fasilitas dan sarana belajar mengajar.

2.      Sumber Data
Data yang digali dalam penelitian ini bersumber dari responden dan informan.
a.       Responden adalah siswa  kelas VII, VIII, dan IX Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara yang ditetapkan sebagai objek penelitian ini, dan guru pengajar Bahasa Inggris sebanyak 2 orang.
b.      Informan adalah Kepala Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan tenaga Administrasi (TU) Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a.       Observasi
Dalam hal ini penulis terjun ke lapangan untuk melihat langsung permasalahan yang diteliti, seperti suasana kegiatan dalam proses belajar mengajar di kelas.
b.      Wawancara
Teknik ini dilakukan dengan cara Tanya jawab langsung dengan informan untuk melengkapi data yang digali melalui teknik lainnya, seperti :
1.      Gambaran Umum Lokasi Penelitian:
a.       Kondisi Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara Keadaan guru dan karyawan.
b.      Profil Kepala Sekolah.
c.       Keadaan Guru dan Staf Tata Usaha.
d.      Keadaan fasilitas/sarana penunjang belajar mengajar.
2.      Latar belakang pendidikan guru.
3.      Kurangnya minat siswa.
4.      Kurang sesuai silabus.
5.      Sarana dan fasilitas belum memadai.
6.      Lingkungan kurang mendukung.
c.       Angket
Teknik ini dipergunakan untuk menggali data tentang aktivitas dalam proses belajar mengajar bidang studi Bahasa Inggris pada Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh responden yang telah ditetapkan sebagai sampel dalam penelitian ini, adapun data yang digali yaitu :
1)      Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran Bahasa Inggris.
2)      Keaktifan siswa dalam bertanya Bahasa Inggris.
3)      Keaktifan siswa dalam mencatat hasil belajar Bahasa Inggris.
4)      Keaktifan siswa mengerjakan tugas Bahasa Inggris.
5)      Keaktifan siswa mempelajari kembali pelajaran yang baru.
6)      Persepsi siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris.
7)      Persepsi siswa  terhadap pelajaran Bahasa Inggris ketika dijelaskan.
8)      Persepsi siswa akan arti pentingnya pelajaran Bahasa Inggris.
9)      Persepsi siswa terhadap tingkat kesulitan pelajaran Bahasa Inggris.
10)  Persepsi siswa terhadap metode yang dipergunakan guru dalam memberikan materi.
11)  Persepsi siswa terhadap buku pelajaran yang dimiliki.
12)  Persepsi siswa terhadap penggunaan alat peraga.
13)  Perhatian orang tua.
14)  Tingkat pemahaman siswa terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
d.      Dokumenter
Teknik ini digunakan untuk menunjang teknik wawancara yaitu dengan melihat dokumen-dokumen yang dianggap relevan.
Untuk lebih jelasnya tentang data, sumber data, dan teknik pengumpulan data, dapat dilihat pda matriks sebagai berikut :
MATRIKS
DATA, SUMBER DATA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

NO
DATA
SUMBER
DATA
TEKNIK
PENGUMPULAN
DATA
1.



2.













3.

Pengajaran Bahasa Inggris
a.       Keaktifan siswa
b.      Persepsi siswa
c.       Perhatian orang tua
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengajaran Bahasa Inggris di MTs Al-Hidayah Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara meliputi :
a.       Latar belakang pendidikan guru tidak sesuai
b.      Kurangnya minat siswa
c.       Gaya mengajar guru kurang sesuai silabus
d.      Sarana dan fasilitas belum memadai
e.       Lingkungan kurang mendukung
Latar belakang objek yang diteliti, meliputi:
a.         Sejarah singkat sekolah
b.        Keadaan sekolah
c.         Keadaan tenaga pengajar dan pegawai lainnya
d.        Keadaan siswa
Siswa



Guru













Kepala Sekolah
Guru
Staf Tata Usaha
Angket
Observasi


Observasi
Wawancara












Wawancara
Dokumenter




C.    Kerangka Dasar Penelitian
Dalam penelitian ini pada dasarnya hanya ada dua data yang ingin diteliti, yaitu data tentang pelaksanaan dalam proses belajar mengajar bidang studi Bahasa Inggris pada Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagai variabel terikat (Dependent Variabel) yang dilambangkan dengan huruf Y, sedangkan faktor yang mempengaruhi pengajaran Bahasa Inggris sebagai variabel bebas (Independent Variabel) yang dilambangkan dengan huruf X.
Untuk lebih jelasnya tentang hubungan dan variable tersebut, maka penulis gambar dalam bentuk skema sebagai berikut :
SKEMA
Independent Variable                                           Dependent Variable

X1

Y
 
X2
X3                                                                               
X4
X5

Keterangan :
Y               :    Pelaksanaan pengajaran Bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara, (keaktifan siswa dalam mengikuti belajar mengajar bidang studi Bahasa Inggris di kelas, perhatian siswa ketika mengikuti proses belajar mengajar di kelas, keaktifan siswa di dalam tugas-tugas dan PR Bahasa Inggris yang diberikan oleh guru bidang studi Bahasa Inggris).
X1              :    Latar belakang pendidikan guru
X2              :    Kurangnya minat siswa
  X3                 :     Gaya mengajar guru kurang sesuai silabus
  X4                 :   Sarana dan fasilitas belum memadai
  X5                 :   Lingkungan kurang mendukung.
D.    Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
1.      Teknik Pengolahan Data
Dalam pengolahan data ini ada beberapa tahapan-tahapan atau kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :
a.       Editing
Yaitu meneliti kembali data yang sudah terkumpul untuk mengetahui kelengkapan data
b.      Koding
Yaitu member kode-kode tertentu untuk mengklasifikasikan semua data dari hasil jawaban responden dan informan menurut jenisnya.
c.       Menghitung Frekuensi
Yaitu menghitung frekuensi jawaban responden dengan menggunakan tally.

d.      Tabulating
Yaitu menyusun dan memasukkan data ke dalam tabel. Sebelum melakukan tabulating ini terlebih dahulu dilakukan perhitungan prosentasi dengan menggunakan rumus berikut ini :



P  =
 



Keterangan :
P             :   Persentase
F             :    Frekuensi, yaitu jumlah jawaban responden pada masing-masing sistem pertanyaan.
N            :    Nilai, yaitu jumlah responden yang memberikan jawaban.

e.       Interprestasi Data
Yaitu menafsirkan data secara kualitatif, dan untuk menginterprestasikan data ini penulis menggunakan sebagai                   berikut :
Dari 0%    <     20% berarti rendah sekali
Dari 21 % <     40% berarti rendah
Dari 41%  <     60% berarti cukup
Dari 61%  <     80% berarti tinggi
Dari 81% <     100% berarti tinggi sekali
Konsep-konsep lain yang penulis gunakan untuk menilai indikator-indikator keberhasilan proses belajar mengajar itu adalah :

1.      Berhasil diukur dengan kategori:
a)      Selalu aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar di dalam kelas.
b)      Selalu memperhatikan ketika mengikuti proses belajar mengajar di kelas.
c)      Selalu terjadi interaksi antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar itu berlangsung.
2.      Dikatakan kurang berhasil di ukur dengan kategori:
a)      Siswa aktif tetapi tidak terlalu mengerti dalam mengikuti proses belajar mengajar itu berlangsung.
b)      Siswa kadang-kadang tidak memperhatikan ketika mengikuti proses belajar mengajar itu berlangsung.
c)      Interaksi antara guru dengan siswa kurang komunikasi dengan baik.
3.      Dikatakan tidak berhasil proses belajar mengajar itu diukur dengan kategori:
a)      Selalu tidak aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar di dalam kelas.
b)      Selalu tidak memperhatikan ketika mengikuti proses belajar mengajar itu berlangsung.
c)      Selalu tidak terjadi interaksi antara guru dengan siswa.


2.      Analisa Data
Setelah data disajikan, kemudian dilakukan analisis. Untuk menganalisis data, penulis menggunakan dua macam metode yaitu metode induktif dan deduktif.
E.     Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan dengan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1.      Tahapan Pendahuluan
a.       Penjajakan ke lokasi penelitian, berkonsultasi dengan kepala Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten Hulu Sungai Utara Berkonsultasi dengan dosen pembimbing.
b.      Membuat dan mengajukan proposal skripsi kepada dosen pembimbing untuk dikoreksi dan mohon persetujuan.
c.       Mengajukan proposal skripsi kepada bapak dekan fakultas tarbiyah dengan melalui Biro Skripsi, sekaligus mohon persetujuan judul skripsi.
2.      Tahapan Persiapan
a.       Seminar proposal skripsi.
b.      Mohon surat riset kepada bapak dekan Fakultas Tarbiyah STAI Rakha Amuntai dalam rangka pengumpulan data.
c.       Persiapan teknik dalam mengumpulkan data dilapangan terutama dalam pembuatan angket dan pedoman wawancara, observasi.
3.      Tahapan Pelaksanaan
a.       Menyampaikan surat riset kepada yang berwenang.
b.      Pengumpulan data melalui angket kepada responden dan wawancara dengan informan.
c.       Pengolahan dan analisis data.
4.      Tahapan Penyusunan Laporan
a.       Penyusunan hasil penelitian dalam bentuk skripsi.
b.      Konsultasi diserahkan dengan dosen pembimbing untuk dikoreksi dan disetujui.
c.       Memperbanyak skripsi untuk diajukan dan dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi fakultas Tarbiyah STAI Rakha Amuntai.













DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Pendidikan Dari Masa Ke Masa, Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2000.

Ali, Muhammad, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung; Sinar Baru, 1987.

Ali, H. Mohammad, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, PT. Al-Gensindo, 2004.

Daradjat, Zakiah, Kepribadian Guru, Jakarta; Bulan Bintang, 1980.

David P. Harris, English As A Second Language. (New York; Mc Graw-Hill Book Company, 1969), hlm.9.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta; Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2000.

Djamarah, Syaiful Bahri, dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1997.

            Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 2008.

M. Soenardi Djiwandono, Bahasa Dalam Pengajaran. (Bandung; ITB Bandung, 1996), hlm.20.

Marry Finnoc Hiarho and Sydney Sako, Foreign Language. (New York; Regents Publishing Company, 1983), hlm.35.

Moeliono, Anton. M, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 1990.

Ngalim Purwanto, Metode-Metode Pengajaran. (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm.65.

Popham, W. James,  dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 2002.

Setiadi, AG. Bambang, Pengajaran Bahasa Inggris (Teaching English As a Foreighn Languange, PT. Graha Ilmu, 2002.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta; PT balai Pustaka, 2007.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 Tahun 2003.