PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sebuah yang
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan umat manusia. Karenanya manusia harus
senantiasa mencari dan menuntut ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi merupakan salah satu factor penting yang mengharuskan manusia
untuk selalu mengembangkan keilmuannya agar dapat beradaptasi di dunia modern
yang kaya akan kemajuan ilmu dan teknologi.
Pendidikan agama islam di sekolah umum hingga saat ini,
masih menghadapi berbagai persoalan dan tantangan serta kritikan dari berbagai
pihak, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Bahkan sebagian masyarakat
cenderung berpendapat, meskipun terkesan sangat subjektif dan sepihak, bahwa
“biang kerok” berbagai krisis sosial dan
moral yang dialami bangsa ini adalah disebabkan oleh gagalnya pendidikan agama
di sekolah dalam membentuk moralitas masyarakat bangsa ini, khususnya para
pelajar.
Sekolah merupakan sarana dan tempat
menuntut ilmu bagi para peserta didik, juga tempat memperkaya dan memperluas
keilmuan peserta didik.[1][1]
Dalam makalah ini, penulis akan
membahas dan mengulas tentang isu-isu pendidikan agama Islam di sekolah umum,
yang meliputi pengertian pendidikan islam di sekolah umum, tujuan dam ruang
ligkup pendidikan agama islam, problematika pendidikan agama Islam serta solusi
dari problematika pendidikan Islam.
A. Pengertian
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum
1. Pengertian
pendidikan Islam
Mendefinisikan pengertian pendidikan ditinjau dari berbagai
tokoh tentu memiliki berbagai perbedaan, tetapi untuk memahami pengertian
pendidikakn paling tidak dibutuhkan dua pengertian :
1) Menurut Ngalim Purwanto yang dikutip oleh Akmal Hawi
Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan denga sengaja oleh orang dewasa
kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi
diri sendiri dan bagi masyarakat.
2) Menurut Hasan Langgulung dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan
merupakan proses pemindahan nilai pada suatu masyarakat kepada setiap individu
yang ada di dalamnya dan proses pemindahan niali-nilai budaya itu melalui
pengajaran dan indoktrinasi.[2][2]
Jadi, Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara
sadar dirancang untuk membantu seorang atau sekelompok orang dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup. [3][3]
Istilah islam dapat dimaknai sebagai
islam wahyu. Islam wahyu meliputi Al-Qur’an hadis-hadis Nabi.[4][4]
M. Yusuf al- Qardhawy memberikan
pengertian bahwa,´pendidikan islam adalah pendidikan manusia seutuhnya,
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.[5][5]
Menurut Prof. Dr. Jalaluddin yang di kutip oleh Akmal Hawi,
pendidikan Islam yaitu usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia
secara optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang setia, berdasarkan dan
dengan pertimbangan latar belakang perbedaan individu, tingkat usaha, jenis
kelamin, dan lingkungan masing-masing.
Jadi, pengertian tersebut akan terlihat jelas bahwa Islam
menekankan pendidikan pada tujuan
utamanya yaitu pengabdian kepada Allah secara optimal. Dengan berbekal ketaatan
itu, diharapkan manusia itu dapat menempatkan garis kehidupannya sejalan dengan
pedoman yang telah ditentukan sang pencipta. Kehidupan yang demikian itu akan
memberi pengaruh kepada diri manusia, baik selaku pribadi maupun sebagai
makhluk sosial, yaitu berupa dorongan untuk menciptakan kondisi kehidupan yang
aman, damai, sejahtera dan berkualitas di lingkungannya
2. Pengertian
pendidikan agama Islam di sekolah umum
Di dalam UUSPN No. 2/1989 Pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa
isi kurikulum setiap jenis, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain pendididkan agama. Dan dalam penjelasannya
dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan
usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang berangkutan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan
antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional.
Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi rohani yang harus
diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga mengahasilkan prestasi
rohani (iman) yang disebut takwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan
keselarasan hubungan manusia dan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang
membentuk kesalehan pribadi, hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk
kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh ini akan menentukan
derajat ketakwaan (prestasi rohani/iman) seseorang dihadapan Allah Swt.[6][6]
Dalam arti keyakinan beragama, (sebagai hasil pendidikan
agama) diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembagan iptek, dan
sebaliknya, pengembagan iptek berkeyakinan beragama. Sedangkan agamalah yang
bisa menuntut manusia untuk memilih mana yang patut, bisa, benar, dan baik
untuk dijalankan dan dikembangkan. Disinila letak peranan pendidikan agama
islam dan sekaligus pendidikan (GPAI disekolah) dan mengantisipikasi
perkembangan kemajuan iptek. Dalam arti
mampukah guru pendidikan agama islam menegakan landasan akhlakul karimah yang
menjadi tiang utama ajaran agama islam, tatkala dominasi temuan iptek sudah
demikian hebat dan menguasai segala perbuatan dan pikiran umat manusia.[7][7]
Antara ilmu pengetahuan dan pendidikan islam tidak dapat
dipisahkan karena perkembangan masyarakat islam, serta tuntutannya dalam
membagun manusia seutuhnya (jasmani dan rohani) sangat ditentukan oleh kualitas
ilmu pengetahuan yang dicerna melalui proses pendidikan. Proses pendidikan
tidak hanya menggali dan mengembangkan sains, tetapi juga dan lebih penting
lagi dapat yaitu dapat menemukan konsep baru ilmu pengetahuan yang utuh,
sehingga dapat membagun masyarakat islam sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
yang diperlukan.[8][8]
B. Tujuan
dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan ialah pembangunan manusia seutuhnya.
Manusia seutuhnya mencakup unsur-unsur jasmani dan rohani. Oleh karna itu,
perkembangan lahiriah dan batiniyah yang selaras, serasi, dan seimbang harus
tercapai.[9][9]
Seperti halnya dasar pendidikannya maka tujuan pendidikan
Islam juga identik dengan tujuan Islam itu sendiri. Hal ini sempat menimbulkan
pandangan yang beragam daripada ahli
didik terhadap pendidikan Islam.
Menurut Zakiah Daradjat, tujuan pendidikan Islam adalah
untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Selama
hidupnya dan matinya pun tetap dalam keadaan muslim. Pendapat ini berdasarkan
firman Allah dala Q.S. Ali Imran ayat 102 :
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dengan sebenar
benarnya takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan musim”.
Tujuan pendidikan Islam memiliki
karateristik yang ada kaitannya dengan sudut pandangan tertentu. Secara garis
besarnya tujuan pendidikan Islam dapat dilihat dari tujuh dimensi utama. Setiap
dimensi mengacu kepada tujuan pokok yang khusus. Atas dasar pandangan yang
demikian, maka tujuan pendidikan Islam mencakup runag lungkup yang luas.
1. Dimensi
hakikat penciptaan manusia
Berdasarakan dimensi ini tujuan pendidikan Islam di arahakan kepada pencapaian target yang
berkaiatan dengan hakikat penciptaan manusia. Dari sudut pandang ini maka
pendidikan Islam bertujuan untuk membimbing peserta didik secara optimalkan
agar mengabdi kepada Allah swt.
2. Dimensi
tauhid
Mengacu pada dimensi ini, maka tujuan pendidikan Islam di
arahkan kepada upaya pembentukan sikap taqwa. Dengan demikian pendidikan di
tujukan kepada upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal agar dapat menjadi hamba Allah yang taqwa.
3. Dimensi
moral
Di dalam dimensi ini manusia dipandang sebagai sosok
individu yang mempunyai potensi fitriah. Maksunya bahwa sejak di lahirkan, pada
diri manusia sudah ada sejumlah potensi bawaan yang diperoleh secara fitrah.
Menurut Qurais Shihab yang di kutip oleh Akmal Hawi, potensi ini mempunyai tiga
kecendrungan utama yaitu yang benar, yang baik dan yang indah.
4. Dimensi
perbedaan individu
Secara umum manusia memiliki sejumlah persamaan. Namun di
balik itu sebagai individu, manusia juga memiliki berbagai perbedaan antara
individu yang satu dengan yang lainnya. Kenyataan ini menunjukan bahwa manusia sebagai individu secara fitrah
memiliki perbedaan. Selain itu perbedaan juga terdapat pada kadar kemampuan
yang dimiliki masing-masing individu.
5. Dimensi
sosial
Manusia adalah mahluk sosial, yaitu makhluk yang memilaki
doromgan untuk hidup berkelompok secara bersamaa-sama. Oleh karena itu dimensi
sosial mengacu pada kepentingan sebagai mahluk sosial, yang didasarkan pada
pemahaman bahwa manusia hidup bermasyarakat.
6. Dimensi
profesional
Setiap manusia memiliki kadar kemampuan yang berbeda.
Berdasarkan pengembangan kemampuan yang dimiliki itu, manusia diharapkan dapat
menguasai keterampilan profesional. Maksudnya dengan keterampilan yang dimiliki
itu agar dapat memenuhi keterampilan hidupnya.
7. Dimensi
ruang dan waktu
Tujuan pendidikan Islam juga dapat dirumuskan atas dasar
pertimbangan dimensi ruang dan waktu, yaitu dimana dan kapan.
Secara umum tujuan pendidikan agama Islam bertujuan untuk
“meningkatkan keimanan, penghayatam, dan pengalaman peserta didik tentang
agama, Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah swt.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup materi PAI
(kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup delapan unsur pokok, yaitu Al-Qur’an
Hadis, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak dan tarikh (sejarah Islam)
yang menekankan pada perkrmbangan politik. Pada kurikulum tahun 1999 di dapat
menjadi empat unsur pokok yaitu Al-Qur’an Hadis, Aqidah akhlak, fiqh atau
bimbingan ibadah, serta tarikh atau sejarah Islam yang menekankan pada
perkembangan ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.[10][10]
C. Problematika
Pengajaran PAI di Sekolah Umum
Menurut Ahmadi yang dikutip oleh Akmal Hawi, pendidikan
adalah suatu aktivitas yang merupakan proses itu banyak dijumapai probelema
yang memerlukan pemikiran dan pemecahannya. Proses problematika yang menyangkut
proses pendidikan yaitu 5W 1H:
1. Problematika
Who
Dalam pendidikan, problematika Who adalah masalah pendidikan
(Subyek) yang melaksanalkan aktivitas pendidikan dan masalah anak didik (Obyek)
yang dikenai sasaran aktivitas pendidikan.
1) Problem Pendidikan
2) Problem anak didik
a. Minat Siswa
b. Perhatian Siswa
c. Cara Belajar Siswa
2. Problematika
Why
Dalam proses pendidikan, tidak semua pelaksanannya bisa
berjalan dengan lancar, tetapi juga akan dijumpai rintangan-rintangan/hambatan.
Kesulitan tersebut bisa terdapat pada semua faktor pendidikan yang menghabat
jalannya proses pendidikan.
3. Problematika
Where (Pola Pendidikan Islam dalam Keluarga)
Ada tiga tempat pendidikan bagi seorang anak yaitu,
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sistem pendidikan pada masing-masing tempat
tersebut tidak sama dan modelnya pun berbeda. Problem pendidikan sebagai
pendidikan anak-anak antara lain situasi keluarga itu sendiri dan letak dan
kualitas keluarga itu betada dimana.
4. Problematika
When
Masalah when (kapan) yaitu kapan bagusnya saat yang tepat
untuk memberikan suatu pujian bagi tingkat perilaku anak didik yang positif,
pemberian tugas. Berkenaan dengan usia anak sebaiknya harus tahu kapan waktu-waktunya
untuk memberikan berbagai model pendidikan kepada anak sesuai tingkat usianya.
5. Problematika
What
Problem What (apa) menyangkut dasar, tujuan, bahan/materi,
sarana, prasarana, dan media.
6. Problematika
How
Masalah how (bagaimana) berkenaan dengan cara didik/metode
yang digunakan dalam proses pendidikan. Anak didik mempunyai bakat yang
berbeda-beda. Pendidikan harus mengakui adanya perbedaan itu.
D. Solusi
dari Problematika Pengajaran PAI
Upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanak dan
mengembangkan kurikulum PAI di SMP dan SMA pada masa yang akan datang, menurut
Abdurahmansya dan M. Fauzi yang dikutip oleh Akmal Hawi adalah:
1. Pelaksanaan pendidikan agama Islam harus lebih etensif
dengan lebih menekankan pada pendidikan akhlak.
2. Penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
pada masa yang akan datang harus menggunakan pendekatan intersipliner yaitu
dengan melibatkan para pakar dalam bidang ilmu yang lain.
3. Agar pelaksanaan kurikulum pendidikan agama Islam dapat
berjalan dengan baik dan mencapai hasil maksimal maka jam pelajarannya perlu di
tambah dari 2jam/minggu menjadi 4jam/minggu.
4. Pendekatan ekstrakulikuler pengajaran PAI harus di bawa
ketatanan realitas sosial, tidak hanya sebatas teori dan berlangsung dalam
kelas semata.
5. Evaluasi yang harus dikembangkanadalah mengukur sikap
prilaku keberagaman.
6. Perlunya meningkatkan fasilitas, kualitas keilmuan dan
kesejahteraan guru agama serta menciptakan pendidikan yang lebih kondusif dan
agamis.[11][11]
Abuddin Nata dalam bukunya Manajemen
Pendidikan memberikan solusi. Solusi tersebut yaitu :
1. Mengubah
orientasi dan fokus pengajaran agama yang semula berpusat pada pemberian
pengetahuan agama dalam arti memahami dan menghafal ajaran agama sesuai
kurikulum, menjadi pengajaran agama yang berorientasi pada pengalaman dan
pembentukan sikap keagamaan melalui pembiasaan hidup sesuai dengan agama.
2. Melakukan
kegiatan ekstrakurikuler yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dengan
penekanan utamanya pada pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari.
3. Meningkatkan
perhatian, kasih sayang, bimbingan dan pengawasan yang diberikan oleh orang
tuanya di
rumah dan guru di sekolah.
4. Melaksanakan
tradisi keislaman yang didasarkan pada al Qur’an dan as-sunnah yang disertai
dengan penghayatan dan pesan moral yang terkandung di dalamnya
KESIMPULAN
Pendidikan agama Islam
adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hati, rohani dan jasmani,
akhlak dan keterampilannya. Pengertian
tersebut akan terlihat jelas bahwa Islam menekankan pendidikan pada tujuan utamanya yaitu pengabdian kepada
Allah secara optimal.
Problematika
yang menyangkut proses pengajaran PAI yaitu 5W 1H:
1.
Problematika Who
2.
Problematika When
3.
Problematika Where
4.
Problematika What
5.
Problematika Why
6.
Problematika How
Solusi dari Problematika Pengajaran PAI:
1. Pelaksanaan pendidikan agama Islam harus lebih etensif
dengan lebih menekankan pada pendidikan akhlak.
2. Penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
pada masa yang akan datang harus menggunakan pendekatan intersipliner yaitu
dengan melibatkan para pakar dalam bidang ilmu yang lain.
3. Agar pelaksanaan kurikulum pendidikan agama Islam dapat
berjalan dengan baik dan mencapai hasil maksimal maka jam pelajarannya perlu di
tambah dari 2jam/minggu menjadi 4jam/minggu.
4. Pendekatan ekstrakulikuler pengajaran PAI harus di bawa
ketatanan realitas sosial, tidak hanya sebatas teori dan berlangsung dalam
kelas semata.
5. Evaluasi yang harus dikembangkan adalah mengukur sikap
prilaku keberagaman.
6. Perlunya meningkatkan fasilitas, kualitas keilmuan dan
kesejahteraan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, 1999, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada: Jakarta
Hawi, Akmal, 2008, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, IAIN Raden Fatah Pers: Palembang
http://www.scribd.com/doc/38626958/Tugas-Kapita-Selekta-Pendidikan di akses, Jum’at, 20 Juli 2012, jam
09.30
http://abdwahidhoriz.wordpress.com/2012/07/14/pendidikan-agama-di-sekolah-umum/ di akses, Jum’at, 20 Juli 2012,
jam 09.45
Qomar, Mujamil, 2007, Manajemen Pendidikan Islam,
Erlangga:Malang
Sagala, Syaiful, 2009, Administrasi
Pendidikan Kontenporer, Alfabeta: Bandung
Sutingkir,
1985, Membina Siswa, Mutiara Sumber
Widia: Jakarta
[2][2] Akmal Hawi, Kapita Selekta Pendidikan
Islam , (IAIN Raden Fatah Pers: Palembang, 2008) Hlm. 54-55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar